Jakarta (ANTARA News) - Nyaris satu jam berlalu, kertas putih di hadapan Murni (44 th) masih terlihat kosong. Hari itu, warga belajar Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) "Pandawa" Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang mengadakan latihan menulis pengalaman pribadi warga belajar untuk kemudian dimuat dalam majalah dinding yang disebut "Koran Ibu" .

Padahal tugas yang diberikan oleh tutor relatif sederhana. Murni dan teman-teman warga belajar lainnya diminta menulis pengalaman pribadi setelah bisa membaca dan menulis.

"Sulit bu...mau tulis apa bingung. Malu kata-katanya salah, hanya bisa sepotong-sepotong saja," ungkapnya saat Yani, salah seorang tutor PKBM mencoba mendampinginya.

Murni pada akhirnya menyelesaikan artikelnya, meski hanya sebuah kalimat: "Aku senang bisa membaca dan menulis". Sementara warga belajar lainnya, Masniah (48 th) bahkan hanya menulis : "Senang baca tulis".

Murni dan Masniah hanya satu dari belasan warga belajar keaksaraan fungsional yang sudah dinyatakan lulus kemampuan literasi baca, tulis dan berhitung. Meski usianya sudah terbilang dewasa, namun kenyataannya penguasaan baca dan tulis belum lama diperolehnya.

Selama enam bulan, Murni bersama ibu-ibu yang tinggal di sekitar PKBM tersebut setiap sore atau malam hari selesai mengerjakan tugas rutin sebagai ibu rumah tangga atau berdagang di pasar, mereka mengikuti pembelajaran dan latihan ketrampilan dari para tutor .

"Kemampuan baca dan tulis warga belajar jangan dibayangkan seperti siswa-siswi sekolah formal yang langsung bisa lancar mengeja kata dan kalimat atau lancar membaca tulisan," kata Ni Nyoman Elly Setiawati, S.Pd, pengelola PKBM Pandawa.

Elly mengatakan, kemampuan baca tulis warga belajar yang sudah dinyatakan lulus setara dengan siswa siswi kelas satu dan dua sekolah dasar (SD), sehingga perlu terus menerus dilatih agar kemampuan mereka meningkat .

"Dari pengalaman yang ada kemampuan baca dan tulis yang sudah didapat mudah sekali hilang. Karena itu, kehadiran ibu-ibu dan remaja putus sekolah di PKBM tidak hanya sekadar belajar tetapi juga kita berikan ketrampilan menganyam, salon, menjahit dan juga kami dorong untuk mendatangi ruang pojok Taman Bacaan ," katanya.

PKBM Pandawa memang memiliki sederet program menarik. Di antaranya Kelompok Belajar Usaha (KBU), Taman Bacaan Masyarakat (TBM), dan program "Koran Ibu" yang merupakan sarana berinteraksi antar warga belajar.

"Hasil karya sederhana berupa tulisan singkat atau hanya satu dua kalimat bila ditempel di majalah dinding sudah membuat mereka bangga. Aapalagi kami memiliki rencana untuk mencetak seperti bentuk koran sederhana untuk dibagi-bagikan ke warga belajar agar mereka pun bisa menunjukkan kepada keluarga dan teman-teman mereka," katanya.

Koran Ibu saat ini menjadi salah satu program inovasi Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Depdiknas untuk menjaga kesinambungan keberaksaraan warga belajar agar tidak "hilang" di tengah jalan.

Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Depdiknas Ella Yulaelawati mengakui kendala pemberantasan penduduk buta aksara usia 15-44 tahun adalah kebanyakan dari etnis terpencil dan pedalaman, sedangkan kendala makro adalah penduduk usia 45 tahun ke atas yang mayoritas adalah perempuan .

"Persoalannya karena kurangnya motivasi belajar dan masalah fisik," katanya. Untuk mengatasi kendala tersebut, ujar Ella Yulaelawati, menggunakan pendekatan melalui program pemberdayaan perempuan, seperti penerbitan Koran Ibu sebagai media menulis dari perempuan, oleh perempuan, dan untuk perempuan.

"Orangtua dan dewasa memperoleh bahan ajar dari mereka sendiri, sehingga tidak merasa digurui. Silakan mereka memberikan apresiasi terhadap dirinya sendiri, kemudian dimuat dalam Koran Ibu meski dalam format sederhana dan jangan dibayangkan seperti tampilan koran sesungguhnya," ungkapnya.

Koran Ibu, menurut Ella tidak bertujuan mendiskriminasikan kamu perempuan. Namun data membuktikan sisa penduduk buta aksara di Tanah Air mayoritas adalah kaum perempuan.

LIFE

Sebanyak 70 persen orang yang buta aksara berusia di atas 45 tahun. Buta aksara masih menjangkiti dunia. Berdasarkan catatan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), satu di antara lima orang dewasa di seluruh dunia, mengalami buta aksara. Ada 776 juta orang dewasa di seluruh dunia berkemampuan literasi rendah. Dua pertiga dari jumlah tersebut adalah perempuan.

Sementara dari sisa penduduk buta aksara di Indonesia saat ini, yakni sekitar delapan juta orang, sebanyak 76 persen adalah penduduk usia 45 tahun ke atas yang mayoritas adalah kaum perempuan.

Dirjen PNFI Depdiknas, Hamid Muhammad mengatakan mulai tahun ini program pemberantasan buta aksara tidak lagi hanya sekedar menghitung angka-angka prosentase dan angka capaian sesuai dengan Renstra, tetapi lebih dari itu yaitu mengadopsi program Literacy Initiative for Empowerment (LIFE) yang dirintis oleh UNESCO.

Program ini ditujukan bagi negara-negara yang angka buta aksaranya tinggi. "Indonesia baru masuk pada tahap ketiga untuk melaksanakan (program) ini bersama-sama dengan China dan beberapa negara lainnya," katanya.

Inti dari program ini adalah bahwa program pemberantasan buta aksara harus memberdayakan dan bisa memberikan pencerahan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar melek aksara saja, tetapi diupayakan setelah melek aksara ada upaya-upaya pemberdayaan yang arahnya adalah pemberdayaan secara ekonomi untuk kesejahteraan.

"Pemberdayaan di bidang sosial budaya dalam rangka melestarikan aspek-aspek sosial budaya dan komunalitas yang berkembang di masyarakat, termasuk dalam menjaga kelestarian lingkungan," katanya.

Pemberantasan buta aksara akan difokuskan di 142 kabupaten yang angka buta aksaranya di atas lima persen. Fokus lainnya adalah menangani komunitas khusus seperti masyarakat Badui dan pemberdayaan perempuan.

Beberapa praktik terbaik program pemberantasan buta aksara seperti yang dilakukan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan program inovasi kreatif keaksaraan sistem 32 hari bisa membaca, tulis, dan hitung, juga akan dikembangkan.

"Sistem yang dikembangkan di Karawang ini akan diadopsi oleh Nusa Tenggara Barat. Seluruh kabupaten di NTB akan mengadopsi," katanya.

Saat ini upaya pemberantasan buta aksara difokuskan pada program aksara dasar yang dibarengi dengan program keterampilan. Ini strategi agar mereka yang berusia 45 tahun ke atas itu merasa bahwa melek aksara itu akan berguna bagi kehidupannya.

"Suatu tantangan tersendiri untuk membujuk para ibu-ibu dan bapak-bapak untuk kembali belajar. Makanya, dengan belajar baca tulis mereka harus merasakan ada manfaat langsung yang bisa berguna bagi kehidupan mereka," tutur Ella. (*)

Oleh Zita Meirina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009