Makassar (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) telah menjalin kerja sama dengan sejumlah pabrik pengolahan kakao di Tangerang, Banten, sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas kakao daerah ini.
Kepala Dinas Perkebunan Sulsel, Burhanuddin di Makassar, Jumat, mengatakan, berdasarkan hasil produksi awal pabrik, diketahui bahwa kualitas hasil olahan kakao Sulsel masih lebih baik dari daerah lain meski berasal dari perkebunan rakyat.
Ia menjelaskan, dalam kerja sama tersebut, pihak pabrik juga siap memberikan selisih harga hingga Rp6 ribu antara kakao fermentasi dengan nonfermentasi jika Sulsel mampu memasok bahan baku hingga 100 ribu ton per tahun.
"Di Indonesia ada 16 industri pengolahan kakao namun yang masih tetap berjalan sisa lima. Ini disebabkan karena kurangnya bahan baku. Jika potensi ini bisa dimanfaatkan dengan baik, maka kualitas kakao Sulsel akan lebih bagus lagi," katanya.
Selain kerja sama dengan pabrikan pengolah kakao, kata dia, Pemprov Sulsel juga melakukan seleksi bibit, sebab mayoritas perkebunan di Sulsel tidak menggunakan bibit unggul.
Tercatat, hanya 12 persen luas lahan kakao yang ditanami dengan bibit yang direkomendasikan. "Karena menggunakan sedikit bibit unggul, berakibat 70 persen buah yang dihasilkan sangat buruk," ujarnya.
Namun kendati telah melakukan sejumlah upaya, Burhanuddin mengakui pihaknya masih menemui sejumlah kendala.
Diantaranya, peningkatan kualitas kakao Sulsel melalui proses fermentasi belum bisa dijalankan dengan maksimal.
Sebab banyak spekulan atau pedagang yang tidak berminat membeli kakao yang telah melalui proses fermentasi. Bahkan, banyak pedagang yang kadang membeli kakao dalam bentuk basah.
Selain itu, negara pengimpor kakao asal Sulsel seperti Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat lebih menginginkan kakao dalam bentuk mentah.
"Akibatnya tidak terjadi peningkatan kualitas karena kakao yang diekspor hanya dalam bentuk mentah saja. Seandainya dilakukan pengolahan melalui fermentasi, maka kualitas dan harganya bisa ditingkatkan," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009