Makassar (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengharapkan Presiden RI mencermati usulan perubahan pasal pencemaran nama baik menyusul penolakan usul penghapusan pasal tersebut dari perundang-undangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 23/07 2008.
Pengajar tetap Lembaga Pendidikan Pers Dr Soetomo, Atmakusumah Astraatmadja di Makassar, Jumat, mengharapkan, usulan perubahan terhadap pasal tersebut dibahas dipembicaraan revisi Rancangan Undang-undang KUHP.
"Kami berharap Presiden benar-benar cermat untuk mempelajari pasal-pasal tersebut," jelasnya meskipun tidak yakin pemerintah berani menghapus pasal ini.
Usulan perubahan terhadap pasal tersebut antara lain adalah untuk mempertahankannya ke dalam KUHPerdata, tetapi dengan sanksi hukum berupa ganti rugi yang proporsional.
"Kalaupun harus tetap dalam KUHPidana kami harapkan tidak ada hukuman badan melainkan hanya denda yang juga proporsional," jelasnya.
Semuanya ini masih sebatas dalam usulan dan masih menjadi diskusi dalam (LBH) Pers dan Dewan Pers tentunya hanya dapat dipertimbangkan oleh DPR-RI setelah diusulkan oleh pemerintah.
Indonesia menjadi negara yang tertinggal dalam perkembangan hukum karena belum melakukan reformasi terhadap pasal-pasal pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, penistaan, kabar bohong karena dinilai dapat membelenggu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Menurut catatannya, dalam enam tahun terakhir semakin banyak negara yang menghapus pasal tersebut atau mengubahnya dari pidana ke perdata karena dianggap subjektif, relatif dan multitafsir. Negara tersebut antara lain Republik Afrika Tengah, Timor Lorosae, Ghana, Uganda dan masih banyak lainnya.
Ia menambahkan, kasus-kasus seperti yang dialami Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional atau kasus mantan wartawan MetroTV dengan perwira tinggi kepolisian di Makassar tidak perlu terjadi jika pasal pencemaran nama baik dihapus atau direformasi.
Menurutnya, penghapusan ketentuan pasal-pasal penghinaan tersebut berlaku antara lain untuk wartawan sepanjang karya jurnalistiknya dibuat dengan niat baik dan tidak beritikad buruk serta demi kepentingan umum.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009