Masalahnya bukan pada regulasi perizinan dan pesangon tenaga kerja nasional tapi budaya korupsi yang merebak dalam birokrasi
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dan Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, menegaskan bahwa hambatan utama pengembangan investasi adalah korupsi dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien.
"Pemerintah harus cermat mengidentifikasi akar masalah pengembangan investasi nasional. Masalahnya bukan pada regulasi perizinan dan pesangon tenaga kerja nasional tapi budaya korupsi yang merebak dalam birokrasi. Bank Dunia juga menyatakan demikian," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Untuk itu, menurut Mulyanto, masalah utama investasi bukanlah soal ketenagakerjaan atau desentralisasi perijinan yang ada di daerah.
Karenanya, tegas dia, solusi yang harus diambil pemerintah adalah meningkatkan upaya pemberantasan korupsi serta membangun sistem pemerintahan yang efisien, transparan dan akuntabel.
"Bukan sekadar melalui pendekatan menerbitkan RUU Omnibus Law Ciptaker yang justru melemahkan jaminan sosial tenaga kerja serta kembali mendorong sistem yang sentralistik," ucapnya
Mulyanto berpendapat pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja dan menimbulkan ketimpangan yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja nasional.
Ia juga mengingatkan bahwa secara umum, Bank Dunia berpendapat kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan, sesungguhnya bukanlah dalam aspek regulasi, melainkan oleh korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan.
Penilaian yang sama, masih menurut dia, juga disampaikan World Economic Forum (WEF). Secara regular, WEF melaksanakan survei opini para eksekutif dalam pertemuan tahunan mereka, yang meminta para eksekutif untuk memilih dan mengurutkan sebanyak lima dari 16 faktor yang paling menghambat investasi bisnis di megara mereka.
Hasilnya, dalam GCR (Global Competitive Report) tahun 2018, WEF melaporkan faktor utama yang paling menghambat investasi bisnis di masing-masing negara.
Untuk kasus Indonesia, faktor utamanya adalah korupsi. Baru setelah itu faktor inefisiensi birokrasi pemerintah.
"Di Thailand faktor korupsi berada di urutan kelima. Di Malaysia menjadi faktor di urutan keenam. Sedang di Singapura, korupsi adalah faktor penghambat bisnis di urutan ke-16," ujar anggota Badan Legislasi DPR RI ini.
Dengan kata lain, kata Mulyanto, salah satu faktor yang sangat berpotensi merusak ekosistem investasi adalah korupsi. "Jadi, penyakit utama Investasi di Indonesia adalah korupsi. Bukan yang lain. Jadi jangan salah obat," ujarnya.
Baca juga: BKPM: Izin sektor kesehatan terbanyak semester I-2020
Baca juga: Investasi di Jakarta tertinggi se-Indonesia saat pandemi COVID-19
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020