Kami dari dunia usaha sedang berjibaku untuk mempertahankan kegiatan usaha

Surabaya (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), AA La Nyalla Mahmud Mattalitti siap melaporkan beberapa masalah yang kini sedang mengganggu di lingkungan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, seperti aturan Persetujuan Impor (PI) yang menyulitkan pelaku importir, karena cukup rumit dan lama memperolehnya.

"Silakan masing-masing asosiasi yang ada di Pelabuhan Tanjung Perak menyampaikan aspirasinya secara tertulis, nanti akan kami bahas apa yang menjadi subtansi permasalahannya," kata AA La Nyalla, saat bertemu sejumlah asosiasi kepelabuhanan, di Surabaya, Selasa.

Mantan Ketua Kadin Jatim itu mengaku, siap meneruskan ke masing-masing menteri terkait, dan jika perlu, juga akan disampaikan ke Presiden, karena La Nyalla mengaku secara berkala berkomunikasi dengan Presiden.

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Kepelabuhanan Tanjung Perak Surabaya Henky Pratoko mengakui ada banyak persoalan yang selama ini membelit dirinya dalam menjalankan aktivitas ekonomi di Tanjung Perak.
Baca juga: Seribu tenaga kerja bongkar muat Tanjung Perak terima bantuan THR


Henky yang menjabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah ALFI Jatim itu berharap di masa pandemi ini pemerintah memberikan toleransi pada dunia usaha dengan mengedepankan pelayanan, dan bukan pada sisi menegakkan peraturan belaka.

"Kami dari dunia usaha sedang berjibaku untuk mempertahankan kegiatan usaha yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi riil pada dinamika ekonomi nasional. Kami mengharapkan dalam memasuki normal baru, pemerintah memberikan toleransi yang tinggi dan juga tidak menerbitkan peraturan-peraturan yang justru memberatkan dunia usaha," ujar Henky.

Ia mencontohkan, beberapa peraturan yang selama ini menyulitkan pengusaha, di antaranya adalah aturan tentang Persetujuan Impor (PI) yang menyulitkan pelaku importir karena untuk memperolehnya cukup rumit dan lama, hal ini berdampak pada tersendat dan kurangnya pasokan bahan baku industri yang akhirnya membuat proses produksi terpaksa berhenti.

Selain itu, perlu adanya insentif dan relaksasi biaya untuk pelaku logistik di Jatim selama upaya pemulihan usaha dalam masa new normal, karena beberapa kebijakan pemerintah masih belum menyentuh pada pelaku secara menyeluruh.

"Insentif dan relaksasi ini penting untuk memancing pengusaha agar kembali bangkit," katanya menegaskan.

Henky mengatakan perlunya menertibkan lagi instansi pemerintah yang terkait dalam tata laksana ekspor dan impor untuk memasukkan Larangan dan Pembatasan (Lartas) ke dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW) yang menjadi mandatori pelaksanaannya.

Beberapa kebijakan kementerian terkait Lartas ternyata belum semuanya dimasukkan dalam sistem INSW, sehingga dalam praktiknya hal ini masih jauh dari sempurna dan akan merepotkan pelaku usaha.
Baca juga: Pelindo III bidik potensi Tanjung Perak sebagai pusat distribusi kertas

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020