Brisbane (ANTARA News) - Dua orang warga negara Indonesia (WNI), Kamis, mulai diadili di Pengadilan Perth karena berupaya menyelundupkan 22 orang pencari suaka asing 21 Oktober 2009.
Kedua pria Indonesia yang masing-masing berusia 46 dan 31 tahun itu diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan atau membayar denda sebesar 220 ribu dolar Australia (1 dolar = Rp8.375).
Dalam penjelasannya, Polisi Federal Australia (AFP) menyebutkan perahu yang dinakhodai kedua terdakwa ditangkap Kapal Patroli AL Australia, HMAS Albany, timur laut perairan Pulau "Ashmore" 21 Oktober 2009.
Di perahu mereka, ditemukan 22 orang pencari suaka asing. Sesuai dengan Pasal 232A Undang Undang Migrasi 1958, mereka yang terbukti terlibat dalam upaya penyelundupan lima orang atau lebih warga asing ke Australia diancam hukuman 20 tahun penjara dan atau membayar denda sebesar 220 ribu dolar.
Menurut AFP, dengan pengadilan kasus dua orang pria Indonesia ini, AFP sudah menyeret 78 orang yang didakwa terlibat dalam kasus penyelundupan manusia ke pengadilan sejak September 2008.
Pada 8 Desember lalu, empat orang WNI juga diadili di Pengadilan Magistrat Perth karena menyelundupkan 28 orang pencari suaka ke negara itu lewat laut.
Sejak September 2008, Australia terus-menerus diganggu kedatangan perahu-perahu pengangkut para pencari suaka yang sebagian besar dinakhodai orang-orang Indonesia.
Sejak berakhirnya drama penolakan 78 orang warga Sri Lanka meninggalkan Kapal "Oceanic Viking" di perairan Pulau Bintan, Riau Kepulauan, 18 November 2009, setidaknya sudah 11 kapal pengangkut para pencari suaka baru yang memasuki perairan Australia.
Perahu terakhir ditangkap adalah perahu berpenumpang 51 orang. Perahu yang diawaki empat orang itu ditangkap kapal patroli AL Australia, HMAS Launceston, sekitar 30 mil timur laut Pulau "Ashmore" pada 15 Desember.
Maraknya serbuan perahu-perahu pengangkut pencari suaka asing sejak September 2008 ini telah memicu perdebatan politik yang tajam.
Perdana Menteri Kevin Rudd menyalahkan "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai faktor pemicunya.
Pada era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.
Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, maka kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.
Sebagai gantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.
Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009