"Kawin kontrak itu hubungan pernikahan yang disepakati berlangsung dalam batas waktu tertentu. Kalau konteksnya hanya untuk pemenuhan kebutuhan biologis dan berakhir dalam waktu yang telah disepakati, maka hal ini tidak dibolehkan dalam ajaran Islam," kata Ustad S. Mudzakir Assagaf kepada ANTARA di Ambon, Selasa.
Menurutnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun melalui pernikahan substansinya bukan sekadar pemenuhan kebutuhan biologis semata, melainkan juga untuk membangun struktur sosial yang baik, melahirkan generasi penerus yang berakhlak dan berkualitas serta hubungan suami istri yang membawa ketenangan.
"Intinya, ada konteks yang lebih besar daripada sekedar perkawinan untuk memuaskan kebutuhan biologis, sehingga dalam konteks ini kawin kontrak dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap ajaran Islam," katanya.
Secara pribadi ia menilai seharusnya perilaku seperti itu ditinggalkan, karena kalau tetap dilakoni maka beda kawin kontrak dengan berzina sangat tipis dan tidak ada subtansi apa-apa selain pemenuhan kebutuhan biologis semata, kendati kawin kontrak dilegitimasi dengan proses tertentu sehingga dianggap legal, katanya.
Mudzakir Assagaf berharap pemerintah membuat regulasi yang bisa meminimalisir perilaku-perilaku tersebut sehingga tidak mengganggu tatanan kehidupan sosial budaya yang lebih baik di Indonesia.
"Harus ada sebuah proses sistemis untuk membina moral pelaku kawin kontrak. Kalau perlu dibuatkan aturan atau perda yang dapat meminimalisir munculnya perilaku menyimpang seperti itu," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009