Saya harap merek tersebut dapat menjadi nilai tambah untuk Prapen Wesiaji. Saya senang Prapen Wesiaji sudah paham soal sertifikat hak merek, ini menjadi ciri khas. Tidak bisa ditiru pihak lain
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memuji dan mengapresiasi sentra pelestari budaya keris, Prapen Wesiaji yang telah mendaftarkan merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
"Saya harap merek tersebut dapat menjadi nilai tambah untuk Prapen Wesiaji. Saya senang Prapen Wesiaji sudah paham soal sertifikat hak merek, ini menjadi ciri khas. Tidak bisa ditiru pihak lain,” ucap Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Diketahui, Senin (10/8), Yasonna berserta jajaran mengunjungi sentra pelestari budaya keris, Prapen Wesiaji, Denpasar, Bali. Dalam kunjungan itu, Menkumham Yasonna menerima keris Celedu Nginyah atau kalajengking yang berjemur, dari Pande Made Gede Suardika.
Baca juga: Yasonna minta jajaran pertanggungjawabkan penggunaan uang negara
Baca juga: Yasonna instruksikan jajaran gunakan anggaran demi kepentingan rakyat
Di sentra budaya keris pusaka yang berlokasi di Jalan Kenyer, Gang Majagau Nomor 6, Tegal Kuwalon, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur, Bali, itu, Yasonna mengaku baru mengetahui bahwa proses pembuatan keris ternyata tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Dia juga menyampaikan bahwa keris memiliki filosofi yang sangat dalam, karena dibuat bukan untuk menghadapi musuh, tetapi untuk menghadapi hawa nafsu dalam diri.
Selaku Menkumham, Yasonna berharap tradisi seni dan budaya terus dilanjutkan ke generasi muda. Selain itu, dia juga berharap cerita di balik pembuatan keris pusaka tersebut disebarkan pada khalayak untuk meluaskan informasi mengenai keris sekaligus menjadi bagian dari turisme.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Pande Made Gede Suardika menyampaikan, Prapen Wesiaji didedikasikan untuk menempa besi, khususnya untuk keris pusaka.
Dia mulai meneruskan tradisi membuat keris pada 2005, setelah sempat hilang dari tradisi Bali.
Pande Made memulainya dengan otodidak sebab buku tentang pembuatan keris khas Bali tidak ada, atau lenyap pasca-penjajahan Belanda. Sebelum menjadi perajin keris, Pande Made Suardika adalah eksportir furnitur.
“Wesiaji (kemuliaan besi) yang diwujudkan dalam keris. Selain menempa besi jadi keris, Prapen ini bagian dari menempa diri. Prapen ini tidak untuk memproduksi keris komersial,” ucap Pande Made.
“Kalau mau pesan keris, pemesan adalah orang yang pertama memukulkan logam yang akan dibentuk sebagai keris agar pemesan menjadi orang yang membuat keris sendiri dengan tujuan jiwa si pemesan menyatu dengan kerisnya,” sambung dia.
Waktu pembuatan sebuah keris, ucap Pande Made, sekitar satu tahun, bahkan ada keris yang waktu pembuatannya mencapai empat tahun.
“Tapi kami membuat keris bukan untuk dijual,” tegas Pande Made.
Prapen Wesiaji adalah salah satu pelestari budaya di Bali yang bergerak dalam bidang seni dan budaya, yang bercita-cita melestarikan budaya keris yang merupakan salah satu karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia menurut UNESCO.
“Kami juga sudah mendapatkan sertifikat merek yang disahkan Kementerian Hukum dan HAM,” kata Pande Made.
Baca juga: Yasonna: Penangkapan Djoko Tjandra jadi momentum penegakan hukum
Baca juga: Menkumham nilai gugatan soal asimilasi terkait COVID-19 tak perlu ada
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020