Jakarta (ANTARA) - Istilah "video mapping" rupanya masih menjadi alternatif seni modern yang dinikmati oleh berbagai kalangan. Dengan memadukan desain, arsitektur, dan teknologi multimedia, membuat seni ini menjadi kian menarik untuk dibahas.

Salah satu desainer kondang di bidang ini adalah Adi Panuntun. Adi, memadukan seluruh elemen itu dan menghadirkannya lewat sentuhan penggunaan elemen cahaya, bahasa program digital compu-graphic pun modelling serta konsep sinematik.

Ia bersama tim Sembilan Matahari menghasilkan film yang dirancang dengan pendekatan baru, yakni mengintegrasikan seni dan teknologi melalui pengalaman yang emosional.

“Metode ‘melihat dengan secara berbeda melalui film’ akan merangsang sensifitas kesadaran dan perubahan positif pada publik” ujar Adi melalui keterangan yang diterima ANTARA, Senin.

“Kita mencoba melalui pendekatan lintas disiplin dalam memproduksi film dipadu kemampuan membuat coding/pemrograman kreatif, yakni mencakup kreasi audiovisual dan multimedia yang impresif, interaktif, dan spektakuler” imbuhnya.

Video mapping Adi Panuntun. (ANTARA/HO)

Arsitek dan urbanis Budi Pradono mengatakan, Adi mampu menyajikan “mediascape” sebagai sebuah imaginary space yang mengaktivasi ruang publik, dengan menciptakan atmosfir melalui strategi membuat “bluring” batas-batas antara realitas dan yang imaginary dengan manipulasi digital, sinematografi dan musik dalam sebuah integrasi tak terpisahkan.

“Saya mengamini arsitek dekonstruksionis tenar Perancis, Bernard TSchumi yang percaya bahwa: there is no architecture without event!”ujar Budi.

Dalam produksi digital video mapping, Adi ia anggap berhasil mengorganisir problem kompleks tentang lokasi, resolusi proyektor, permodelan fasad, narasi visual, 3d polygonal modeling, musik dan desain interaktif, serta pengetahuan dasar sinematografi dan fotografi.

“Bagaikan sebuah orkestra dimana interaksi masyarakat di sekitarnya ikut diajak berperan aktif dalam satu kesatuan yang boleh disebut responsive digital environment,” imbuh Budi.

Dalam perspektif lain, arsitek ini juga menyatakan bahwa keahlian Adi Panuntun adalah keniscayaan menyambut hiruk-pikuk budaya pop anyar, yang disambut publik berbagai usia di sepenjuru jagat, yang menurutnya mampu secara responsif karyanya menghidupkan kembali ruang publik yang “sekarat” di area urban.

Baca juga: Puncak H(ART)BOUR Festival, tampilkan video mapping hingga musik

Baca juga: Monas kerahkan 150 petugas kebersihan selama libur Tahun Baru

Baca juga: Atraksi video mapping tampilkan Asian Games 1962

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020