Riyadh (ANTARA News) - Para aktivis oposisi Arab Saudi minta Raja Abdullah untuk membolehkan pemilihan anggota parlemen dan untuk melawan salah urus menyusul banjir yang merusak bagian barat negara itu.
Organisasi Hak-hak Sipil dan Politik Saudi, kelompok oposisi yang bermarkas di ibukota Riyadh, Ahad menyatakan penanganan banjir di kota pelabuhan Jeddah menunjukkan bahwa memilih parleman merupakan satu-satunya cara untuk memberantas salah urus dan mengawasi para pejabat.
Sedikit-dikitnya 116 orang telah tewas di kota terbesar kedua Saudi itu ketika banjir menghancurkan banyak bangunan dan jalan bulan lalu. Pasukan pertahanan sipil kini asih membersihkan puing.
"Kami mengharapkan bahwa kami dapat merebut kesempatan dalam krisis yang pantas disayangkan ini untuk menumbangkan korupsi politik, kuman yang telah menjadi wabah di Saudi," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters.
Sekutu AS dan pengekspor minyak utama itu adalah monarki tanpa parlemen yang dipilih dan tanpa partai politik. Pengadilannya dijalankan oleh para ulama yang menerapkan versi hukum Islam Muslim Sunni sementara surat kabar biasanya mengikuti garis resmi.
Banjir itu telah memicu debat terbuka yang jarang terjadi dengan warga yang marah yang mengatakan pemerintah lambat dalam menanggapinya dan menimbulkan tuduhan korupsi di antara para pejabat kota.
Banyak warga Saudi biasa yang mempertanyakan kelompok yang mesti dipersalahkan karena faktor-faktor yang membuat kerusakan lebih buruk -- seperti tiadanya sistim drainase kota yang luas.
Raja Abdullah telah memerintahkan penyelidikan guna memutuskan pertanggungjawaban itu tapi kelompok tersebut mengatakan penting untuk memberi rakyat "hak untuk memilih wakil mereka di majelis nasional yang akan dapat menyaksikan, mengawasi dan mengevaluasi pelayanan semua badan pemerintah.
Raja Abdullah dianggap oleh banyak warga Saudi sebagai pendukung semacam pembaruan politik, tapi sejumlah diplomat mengatakan ruangnya untuk manuver telah dibatasi oleh penentangan dari para anggota keluarga kerajaan yang berpengaruh, dan juga banyak ulama.
Pada Mei, pemerintah menangguhkan pemilihan anggota dewan kota, pemilihan pertama yang banyak diharapkan akan diikuti oleh perempuan kandidat.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009