Jayapura (ANTARA) - Kepala Badan Penelitian Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Papua Barat Prof Dr Charlie D Heatubun dan Universitas Papua bergabung bersama dengan para ahli dari 19 negara untuk pertama kali merangkum data dan membuat daftar semua spesies tumbuhan di Pulau Papua, kemudian menyatakan keanekaragaman tumbuhannya tertinggi di dunia.
"Para Ahli menemukan bahwa pulau tropis terbesar di dunia ini, memiliki 16 persen keanekaragaman tumbuhan lebih banyak dari pada Madagascar sebagai Pusat Keanekaragaman Hayati, dengan lebih dari 13.000 spesies,"ungkap Kepala Badan Penelitian Pengembangan Daerah Prof Dr Charlie D Heatubun dalam keterangan tertulis, Jumat.
Para Ilmuwan berharap dengan data terbaru ini akan membantu percepatan penelitian keanekaragaman tumbuhan, sebagai informasi dasar bagi kebijakan dan perencanaan pelestarian dan konservasi sumber daya alam serta mendukung kebijakan pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat.
Pelestarian dan konservasi sumber daya alam serta mendukung kebijakan pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat.
Merupakan hasil kerja gabungan dari 99 ahli Botani dari 56 institusi di 19 negara, ini merupakan upaya pertama yang luar biasa untuk mendokumentasikan keanekaragaman tumbuhan secara luas.
Para penulis dari berbagai institusi termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat dan Fakultas Kehutanan Universitas Papua, Royal Botanic Gardens Kew, Natural History Museum, Royal Botanic Gardens Edinburgh,
University of Technology Papua New Guinea dan lainnya, menemukan ada 13.634 spesies tumbuhan dari 1742 genus dan 264 famili, memposisikan Pulau Papua sebagai pulau dengan keanekaragaman tumbuhan terkaya di dunia.
Ia mengakui, data ini menunjukkan bahwa Papua memiliki lebih banyak dari Madagascar yang telah diketahui sebagai pusat keanekaragaman hayati (16 persen), yang tercatat memiliki 11.488 spesies.
Dari data tersebut, para ilmuwan menemukan 68 persen (9.301) merupakan spesies tumbuhan endemik di Pulau Papua, artinya lebih dari dua pertiga dari tumbuhan tersebut tidak ditemukan di tempat lain.
Hal ini menjadikan Pulau Papua sebagai satu-satunya kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki spesies endemik dari pada yang non-endemik dan tidak tersaingi di Asia Tropis.
Dari keunikan ini, para ilmuwan percaya, berdasarkan daratan yang lebih luas dan keragaman habitat, lokasinya ditandai dengan adanya persimpangan antara Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, serta memiliki salah satu sejarah tektonik yang paling kompleks di dunia.
Profesor Charlie D. Heatubun, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat dan juga Guru Besar Botani Hutan pada Fakultas Kehutanan Universitas Papua Manokwari yang terlibat dalam penelitian ini mengatakan Pulau Papua telah menarik perhatian naturalis selama berabad-abad.
Ini merupakan rumah bagi ekosistem yang paling dilestarikan di planet ini. Dari hutan bakau, hamparan luas hutan dataran rendah hingga padang rumput Alpine yang tidak tertandingi pada tempat lain di wilayah Asia-Pasifik.
Para ahli Botani telah telah mengidentifikasi dan memberi nama pada koleksi tumbuhan di Papua sejak abad ke-17, dan menyimpan sampel koleksi tumbuhan berupa herbarium di Papua New Guinea, Indonesia, Belanda, Inggris. Namun, meskipun ada kemajuan penting dalam beberapa dekade terakhir dalam menyelesaikan taksonomi dari banyak tumbuhan di Pulau Papua, publikasi tersebar, karena sebagian besar para ahli Botani terus bekerja secara independen satu sama lain. Karena tidak ada upaya bersama untuk menyatukan data setiap tumbuhan di kawasan ini, sehingga belum ditemukan data yang pasti mengenai jumlah spesies tumbuhan di Pulau Papua.
Secara efektif, dibandingkan dengan daerah lain seperti Amazon yang memiliki data yang telah dipublikasi, sedangkan Pulau Papua tetap menjadi salah satu yang terakhir dan tidak diketahui secara sains.
Untuk mengatasi ketidakpastian jumlah tumbuhan yang diketahui secara ilmu pengetahuan di Pulau Papua, berkisar antara 9.000 – 25.000 spesies, 99 ahli Botani memverifikasi 23.000 nama spesies tumbuhan lebih dari 704.000 spesimen dalam upaya kolaborasi besar.
"Kami menemukan bahwa Pulau Papua memiliki hampir tiga kali lipat dari jumlah spesies tumbuhan berpuluh di Pulau Jawa (4.598 spesies) dan 1,4 kali jumlah spesies tumbuhan berpembuluh dari Filipina (9.432 spesies). Ini merupakan dua wilayah di Asia Tenggara yang telah mempublikasikan Flora-nya. Anggrek menyumbang 20 persen dari flora di Papua New
Guinea dan 17 persen dari wilayah Indonesia, sebanding dengan negara-negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi seperti Ecuador (20 persen) dan Colombia (15 persen) dan spesies pohon menyumbang 29 persen dari semua flora.
Sebagai perbandingan, lanjutnya, Amazon memiliki 2,6 kali lebih banyak spesies pohon, tetapi luas daerahnya 6,4 kali lebih besar
Apa selanjutnya untuk Tumbuhan di Pulau Papua, menurut Prof Charlie, para ilmuwan berharap bahwa daftar yang telah terverifikasi untuk Pulau Papua ini, akan sangat berharga untuk perencanaan konservasi di masa depan.
Berdasarkan indikator status spesies dunia, “daftar merah” spesies yang terancam punah pada IUCN mengharuskan nama tumbuhan yang valid dan penyebaran secara geografis untuk menentukan penilaian konservasi yang meliputi pemodelan dampak perubahan iklim dan penggunaan lahan tumbuhan.
Data ini yang dapat digunakan oleh IUCN akan membantu memastikan kelestarian Flora di Pulau Papua.
Data dan informasi ini juga diharapkan akan memfasilitasi penemuan dan karakterisasi, bahkan spesies terbaru di Pulau Papua.
Upaya pengumpulan data saat ini masih rendah, sementara ancaman perubahan penggunaan lahan meningkat terhadap keanekaragaman hayati, sehingga eksplorasi Botani sangat dibutuhkan untuk spesies yang belum tidak diketahui dapat dikoleksi sebelum menghilang atau punah.
Sejak tahun 1970, sebanyak 2.812 spesies baru dipublikasi dari Pulau Papua dan para penulis memperkirakan bahwa dalam 50 tahun, akan mencapai 4.000 spesies akan ditambahkan ke dalam daftar ini.
Dengan menyediakan data secara global, penulis berharap upaya dapat ditingkatkan untuk melatih generasi berikutnya dari orang asli untuk daerah tersebut sebagai ahli Taksonomi Tumbuhan, untuk mendigitalkan dan menyatukan koleksi bersejarah di seluruh dunia, dan untuk menemukan dukungan keuangan jangka panjang untuk meningkat kapasitas penelitian.
Pewarta: Muhsidin
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020