Beirut (ANTARA) - Presiden Prancis Emmanuel Macron menjanjikan bantuan untuk Lebanon dan meyakinkan warga yang marah akibat ledakan bahwa tidak ada cek kosong yang akan diberikan kepada para pemimpinnya, kecuali mereka memberlakukan reformasi dan mengakhiri korupsi yang merajalela.

Berbicara pada konferensi pers di akhir kunjungan dramatis ke Beirut, Kamis (6/8), Macron menyerukan penyelidikan internasional terhadap ledakan dahsyat yang menimbulkan guncangan seismik yang dirasakan di seluruh kawasan, dengan mengatakan itu adalah sinyal mendesak untuk melakukan reformasi anti-korupsi yang diminta oleh populasi Lebanon yang marah.

Macron mengatakan dia mengusulkan kepada otoritas Lebanon peta jalan reformasi mendesak untuk membuka miliaran dolar dana dari komunitas internasional, dan bahwa dia akan kembali ke Lebanon pada September untuk menindaklanjuti.

"Jika reformasi tidak dilakukan, Lebanon akan terus tenggelam. Yang juga dibutuhkan di sini adalah perubahan politik. Ledakan ini seharusnya menjadi awal dari era baru," kata Macron.

Puluhan orang masih hilang setelah ledakan pada Selasa (4/8) di pelabuhan. Ledakan melukai 5.000 orang dan menyebabkan hingga 250.000 orang tidak memiliki rumah yang layak huni.

Insiden itu terjadi pada saat negara sudah terhuyung-huyung akibat kehancuran ekonomi dan lonjakan kasus virus corona.

Sumber keamanan mengatakan jumlah korban tewas telah mencapai 145, dan para pejabat mengatakan angka itu kemungkinan akan meningkat.

Macron mengatakan Prancis akan menyelenggarakan konferensi bantuan internasional untuk Lebanon.

Baca juga: Bank Dunia siap kerahkan dana pemulihan pascaledakan Beirut

Ia menjanjikan "tata kelola yang transparan" sehingga bantuan itu akan mengalir kepada rakyat, lembaga nonpemerintah, dan kelompok bantuan, bukan kepada elit penguasa yang telah dituduh melakukan korupsi dan salah kelola.

Macron mengatakan kepada wartawan bahwa audit diperlukan pada bank sentral Lebanon, yang merupakan salah satu perubahan mendesak yang perlu dilakukan.

Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, katanya, akan memainkan peran dalam setiap reformasi Lebanon.

Pembicaraan Lebanon dengan Dana Moneter Internasional tentang paket penyelamatan terhenti karena kegagalan pemerintah untuk memberlakukan reformasi yang serius.

Selama kunjungannya, Macron bertemu dengan semua faksi politik Lebanon, termasuk kelompok Hizbullah dukungan Iran yang mendominasi politik Lebanon.

Macron mendesak Hizbullah untuk menggunakan pengaruhnya guna menekan pemerintah agar melakukan reformasi dan memikirkan kepentingan Lebanon daripada kepentingan Iran.

Sebelumnya, dengan mengenakan dasi hitam untuk menunjukkan duka, Macron mengunjungi lokasi ledakan dan jalanan di Beirut yang hancur. Di lokasi itu, kerumunan warga yang marah menuntut rezim politisi Lebanon, yang mereka salahkan karena menyeret Lebanon ke dalam bencana, diakhiri.

"Saya jamin, bantuan (rekonstruksi) ini tidak akan jatuh ke tangan yang korup," kata Macron kepada kerumunan yang menyambutnya.

"Saya melihat emosi di wajah Anda, kesedihan, rasa sakit. Inilah mengapa saya di sini," katanya pada satu kelompok. Ia berjanji untuk menyampaikan "kenyataan pahit" kepada para pemimpin Lebanon.

Baca juga: Macron siap sampaikan "kenyataan pahit" pada pemimpin Lebanon

Di kediaman duta besar Prancis, tempat seorang jenderal Prancis mendeklarasikan pembentukan negara Lebanon tepat 100 tahun yang lalu, Macron mengatakan Prancis tidak lagi bertugas untuk memberi tahu para pemimpin Lebanon soal apa yang harus dilakukan, tetapi bahwa ia bisa memberi "tekanan".

Kegagalan pemerintah untuk menangani anggaran yang membengkak, utang yang meningkat, dan korupsi yang meluas telah mendorong para donor Barat untuk menuntut reformasi Lebanon.

Di pelabuhan Beirut yang hancur akibat ledakan, keluarga-keluarga masih mencari kabar tentang orang hilang, di tengah kemarahan yang meningkat terhadap pihak berwenang karena mengizinkan sejumlah besar amonium nitrat yang sangat eksplosif untuk disimpan di sana selama bertahun-tahun dalam kondisi tidak aman.

Pemerintah telah memerintahkan beberapa pejabat pelabuhan ditangkap dan menjalani penahanan rumah. Kantor berita negara NNA mengatakan 16 orang sudah ditahan.

Baca juga: Sumber: Manajer pelabuhan Beirut ikut diamankan terkait ledakan

Sumber pengadilan dan media lokal mengatakan Manajer Umum Pelabuhan Beirut Hassan Koraytem termasuk di antara mereka yang ditahan. Bank sentral mengatakan telah memutuskan untuk membekukan rekening Koraytem dan kepala bea cukai Lebanon serta lima lainnya.

"Mereka akan mengkambinghitamkan seseorang untuk menangguhkan tanggung jawab," kata Rabee Azar, seorang pekerja konstruksi berusia 33 tahun. Ia berbicara di dekat sisa-sisa silo biji-bijian pelabuhan yang hancur, dikelilingi oleh pecahan batu dan bangunan hancur yang rata dengan tanah.

Dengan bank-bank dalam krisis, mata uang yang runtuh dan salah satu beban utang terbesar dunia, Menteri Ekonomi Raoul Nehme mengatakan Lebanon memiliki sumber daya "sangat terbatas" untuk menangani bencana, yang menurut beberapa perkiraan mungkin merugikan negara hingga 15 miliar dolar AS (sekitar Rp217 triliun).

Tawaran internasional akan bantuan medis dan berbagai bantuan darurat lainnya telah mengalir sementara para pejabat mengatakan rumah sakit, yang beberapa di antaranya rusak parah akibat ledakan itu, tidak memiliki cukup tempat tidur dan peralatan.

Banyak warga Lebanon, yang kehilangan pekerjaan dan tabungan mereka menguap dalam krisis keuangan, mengatakan ledakan itu merupakan gejala kronisme politik dan korupsi yang merajalela di kalangan elit penguasa.

Sumber: Reuters

Baca juga: Polisi Siprus interogasi warga Rusia terkait kargo kimia Beirut

Baca juga: Menteri: kapasitas keuangan Lebanon "sangat terbatas" setelah ledakan


​​​​​​​

Korban tewas ledakan Beirut naik menjadi 135, dan 5.000 terluka

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020