Jakarta (ANTARA) - Menanggapi pandemik global COVID-19, aktivitas riset dan pengembangan oleh ilmuwan atau peneliti di seluruh dunia terus berjalan hingga hari ini, termasuk di Indonesia. Semua berupaya menemukan vaksin yang bisa menetralisir virus Corona (SARS-CoV-2), penyebab sakit COVID-19. Karena permintaan dunia dipastikan sangat tinggi, Indonesia harus berupaya mandiri dalam pengadaan vaksin Corona.
Karena berskala global, semua negara saat ini sangat butuh vaksin Corona. Namun, vaksin itu hingga hari ini baru sampai pada tahap klaim telah ditemukan, tetapi belum diproduksi. Konsekuensinya, industri farmasi dunia didorong bisa menyediakan vaksin Corona untuk kebutuhan 7,8 miliar warga bumi dalam waktu bersamaan.
Bahkan, karena diasumsikan per orang butuh dua kali vaksinasi untuk mencapai level kekebalan kelompok (herd immunity), berarti kebutuhan riil nya lebih besar dari total populasi dunia. Seperti itulah gambaran permintaan vaksin Corona pada skala global.
Kalau semua tahapan berjalan mulus, vaksin itu baru diproduksi dan tersedia tahun 2021, dengan volume produksi sekitar 3 miliar dosis.
Sejumlah negara yang akan memproduksi vaksin Corona memang telah berkomitmen memenuhi permintaan semua negara. Namun, masih ada keraguan mengenai pemerataan distribusinya.
Bahkan sudah muncul kecurigaan bahwasanya negara kaya akan memborong dan menguasai suplai vaksin, sebagaimana terjadi pada pandemik flu babi tahun 2009. Dilaporkan bahwa Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa, dan Jepang telah memborong 1,3 miliar dosis bakal vaksin Corona. AS, misalnya, mengalokasikan anggaran 2,1 miliar dolar AS untuk belanja vaksin Corona produksi Sanofi dan GSK.
Dari pendataan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disebutkan bahwa sudah ada 200 temuan vaksin Corona yang diupayakan oleh para ilmuwan di sejumlah negara. Dari jumlah itu, banyak juga yang sudah sampai tahap uji klinis.
Vaksin ini menjadi harapan bagi 18,5 juta pasien di seluruh dunia yang terinfeksi COVID-19, termasuk lebih dari 100.000 pasien di Indonesia. Hingga pekan ini, jumlah kematian akibat COVID-19 tercatat 700.489, dengan jumlah pasien sembuh hampir 10,9 juta. Perhitungan terbaru menyebutkan terjadi satu kematian setiap 15 detik akibat COVID-19.
Gambaran di atas plus data-data tersebut menyajikan dua kesimpulan. Pertama, banyak pasien COVID-19 sembuh, tetapi tidak sedikit yang meninggal. Jadi, jangan pernah sekali-kali meremehkan ancaman COVID-19.
Kecenderungan terkini juga patut diwaspadai orang muda Indonesia. Sudah terbukti bahwa COVID-19 bisa menginfeksi orang muda. Beberapa pekan setelah sejumlah negara mengakhiri penguncian (lockdown), muncul kecenderungan baru.
Komunitas orang muda yang dinamis justru menjadi klaster baru. Dan di beberapa negara, kasus-kasus baru justru lebih banyak muncul dari orang muda. Walau pun tidak mudah, WHO pun terus berusaha mengingatkan orang di seluruh dunia bahwa virus ini bisa menimbulkan risiko serius bagi kesehatan orang muda.
Kedua, keterbatasan volume produksi global pada tahap awal di tahun 2021 akan menyebabkan vaksin Corona menjadi produk yang diperebutkan semua negara. Volume produksi awal diperkirakan tiga (3) miliar dosis, sementara kebutuhan dunia pada saat yang sama diperkirakan tiga sampai empat kali lipat.
Jika negara kaya sudah memborong hampir 50 persen dari volume produksi awal itu, penanganan pandemik COVID-19 di banyak negara akan sulit mencatat kemajuan. Apalagi di negara-negara dengan tambahan jumlah kasus baru yang selalu tinggi, terutama di kawasan Amerika Selatan yang kini telah menjadi episentrum virus Corona. Belum lagi kawasan Afrika yang mulai menunjukan percepatan tambahan kasus baru.
Maka, Indonesia harus all out berusaha mandiri memenuhi kebutuhan vaksin Corona. Apalagi, WHO dan sejumlah ahli sudah memperingatkan bahwa pandemik virus Corona kemungkinan bertahan lebih lama, dan risiko COVID19 di tingkat global sudah sangat tinggi.
Anthony Fauci, penasihat pemerintah AS untuk pandemik ini bahkan mengemukakan bahwa virus Corona kemungkinan besar tidak akan pernah bisa hilang. Artinya, akan sangat tidak ideal jika Indonesia memiliki ketergantungan vaksin Corona dari negara lain.
Karena situasinya cukup mendesak, pemerintah diharapkan semakin fokus dalam upaya mempercepat realisasi vaksin Corona produk lokal. Untuk keperluan itu, pemerintah sebaiknya segera mengambil prakarsa berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para akademisi dan peneliti untuk mendeteksi dan mengurai sejumlah permasalahan atau tantangan.
Demi kepentingan 270 juta penduduk Indonesia, kehadiran dan keterlibatan pemerintah di dalam upaya yang sarat tantangan itu sangat relevan dan urgen. Dari komunikasi dan koordinasi dengan para akademisi serta peneliti, minimal akan ditemukan jalan keluar mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Patut disyukuri bahwa pemerintah telah mengumumkan progres tentang produksi vaksin Corona di dalam negeri. Baru-baru ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengemukakan bahwa PT Bio Farma siap dan akan memproduksi vaksin Corona.
Saat ini, Bio Farma sudah memasuki tahap uji klinis fase 3. Bila uji klinis fase 3 berjalan lancar, Bio Farma akan memproduksi vaksin Corona pada kuartal pertama 2021. Fasilitas produksi sudah disiapkan dengan kapasitas sampai 250 juta dosis.
Tentu saja seluruh elemen masyarakat berharap upaya Bio Farma berjalan mulus. Sangat penting bagi Indonesia mewujudkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan vaksin Corona. Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan program vaksinasi untuk mewujudkan herd immunity.
*) Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI
Copyright © ANTARA 2020