Pekanbaru (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau dan Jaring Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan mantan Menhut MS Kaban ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP)
"Kami menduga terjadi gratifikasi dan kolusi terhadap izin lahan konsesi HTI di Riau, khususnya yang diberikan ke PT RAPP di Semenanjung Kampar," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Hariansyah Usman, di Pekanbaru, Rabu.
Menurut Hariansyah, saat ini seluruh bukti-bukti soal pelanggaran tersebut sudah ada pada Walhi dan Jikalahari serta terkesan kuat ada pelanggaran.
"Secepatnya atau dalam minggu ini juga laporan tersebut akan diserahkan ke KPK," katanya.
Menurut Hariansyah, izin yang ditandatangani MS Kaban bagi HTI PT RAPPdi Semananjung Kampar Pelalawan Riau tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan kehutanan.
Melalui SK No 327/Menhut II/2009 Juni 2009, atau 3 bulan sebelum MS Kaban lengser sebagai Meteri Kehutanan RI, MS Kaban menambah izin dari 235.000 hektar yang sudah diteken sebelumnya, seluas 115.000 hektar lagi, hingga total menjadi 350.l65 hektar.
Walhi Riau menilai izin yang dikeluarkan menhut MS Kaban tersebut ternyata sebagian besar berada di atas lima kawasan lindung.
Masing masing di kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baliung, Suaka Margasatwa Tasik Pulau Padang, Suaka Danau besar, Suaka Tasik Belat dan Taman nasional Tesso Nilo. Izin menteri itu tumpang tindih.
"Izin juga ditandatangani sebelum diukur. Izin diteken baru kemudian dilakukan pengukuran atas kawasan yang diberikan izinnya. Ini diterangkan dalam surat keputusan itu, yang antara lain penggalannya bertuliskan, luasan areal pembukaan akan dilakukan pengukuran," ujarnya.
Akibatnya setelah dilakukan pengukuran, ternyata terdapat selisih 7.000 hektar. Artinya, dari yang disebutkan penambahan 115.000 hektar, sebagaimana disebutkan dalam SK yang ditandatangani MS Kaban itu, ternyata luasannya menjadi sekitar 122.000 hektar.
Selain itu, izin tersebut berdasarkan Rekomendasi Gubenur Riau tahun 2004, sedangkan keluarnya izin Menhut tahun 2009. Menurut Heriansyah, terjadi jarak waktu yang begitu lama. Karena itu Walhi dan Jikalahari minta KPK turun tangan.
"Mestinya rekomendasi tersebut tidak berlaku lagi. Soalnya sepanjang 2004-2009 telah terjadi sejumlah perubahan, baik menyangkut perundangan, dinamika kehutanan, kondisi hutan hingga perubahan peruntukan di dalam kawasan," ujar Koodinator Jikalahari, Susanto K. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009