Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) tidak membolehkan Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, pergi ke luar negeri dalam setahun kedepan.
"Pencegahan berlaku tanggal 30 November 2009 sampai 30 November 2010," kata Kepala Sub Direktorat Cegah dan Tangkal (Cekal) Direktorat Jenderal Imigrasi, Depkumham, Bambang Soedjatmiko, melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.
Meski berlaku satu tahun, KPK bisa memperpanjang status cegah itu jika diperlukan. Ismeth sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di Batam.
Menurut Bambang, pencegahan Ismeth dimulai sejak KPK malayangkan surat permohonan cegah ke Imigrasi. Namun demikian, surat KPK diterima oleh Imigrasi beberapa hari kemudian, sehingga surat cegah baru disiarkan pada 4 Desember 2009.
Berdasarkan penelusuran ANTARA, KPK mengirimkan surat permohonan cegah atas nama Ismeth Abdullah pada 30 November 2009. Surat permohonan itu teridentifikasi dengan nomor KPK R/4161/01-23/11/2009.
Surat itu diterima oleh Imigrasi beberapa hari kemudian. Setelah itu, Imigrasi menanggapi dengan mengeluarkan surat pencegahan nomor IMI.5.GR.02.06-3.20634 tanggal 4 Desember 2009.
"Surat perintahnya sudah saya tandatangani," kata Pelaksana Tugas sementara Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, kepada wartawan, Senin (7/12).
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan Ismeth kemungkinan dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran telah menjerat pemilik PT Satal Nusantara, Hengky Samuel Daud sebagai terdakwa.
Selain menjadi rekanan pengadaan mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam, Hengky juga menjalankan proyek serupa di sejumlah daerah, antara lain Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat.
Kemudian Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Boolang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Talaud, Kota Jambi, Kendari, Kota Medan, dan Kota Makasar.
KPK menduga total kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp97 miliar.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009