Surabaya (ANTARA News) - Sebanyak 53 persen narapidana yang tinggal di lembaga pemasyarakatan melakukan aktivitas biologis yang melanggar ketentuan akibat dibatasinya hal tersebut.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI Drs. Didin Sudirman, Bc.IP, M.Si, pada seminar sosialisasi kebutuhan biologis narapidana, di Surabaya, Senin.

"Bentuk tindakan pemenuhan aktivitas biologis yang melanggar ketentuan bisa dilakukan dengan menggunakan obyek yang tidak seharusnya (seperti menggunakan binatang) ataupun dengan cara mendatangkan wanita tuna susila ke dalam penjara," katanya.

Ia menambahkan pembatasan terhadap upaya narapidana untuk memenuhi kebutuhan biologis justru akan semakin mendorong narapidana (didorong oleh petugas) untuk melakukan inovasi .

"Jika semakin dibatasi, maka narapidana akan semakin keras agar kebutuhan biologisnya terpenuhi," kata Didin.

Menurut dia, pemberlakuan cuti masa keluarga 2x24 jam selama ini dianggap masih kurang..

"Hal ini disebabkan, untuk memperoleh cuti masa keluarga, narapidana harus menempuh setengah dari masa tahanan yang dibebankan padanya. Jika masa tahanan panjang, misal enam tahun, maka untuk mendapatkan cuti masa keluarga harus menempuh tiga tahun dulu," katanya.

Ia memberikan solusi pemenuhan kebutuhan biologis masa tahanan bisa dilakukan dengan cara conjuga visit, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada suami istri untuk melakukan hubungan seksual didalam satu ruangan di penjara.

Model yang demikian dianut di delapan negara, seperti Perancis, Canada, dan Denmark.

Bentuk conjuga visit juga bisa diterapkan dengan cara lembaga pemasyarakatan terbuka , dimana di tempat tersebut, para napi akan bekerja di tempat terbuka dalam kemah-kemah pertanian.

Pada bentuk lembaga pemasyarakatan terbuka tersebut, akan disediakan tempat-tempat penginapan bagi para napi yang akan menghabiskan waktu dengan istrinya.

Terkait penerapannya, Didik mengatakan sebelum kebijakan conjugal visit ini diberlakukan, ada baiknya diuji-cobakan minimal di tiga Lapas.

"Hasilnya dievaluasi, apakah kebijakan ini bisa diteruskan atau dihentikan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009