Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) di Batam.

"Surat perintahnya sudah saya tandatangani," kata Pelaksana Tugas sementara Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean kepada wartawan di Jakarta, Senin malam.

Tumpak tidak bersedia menjelaskan secara rinci tentang kasus yang menjerat Ismeth ketika dia menjabat Ketua Otorita Batam itu.

Namun, Tumpak menjelaskan, KPK akan segera melakukan pemeriksaan kepada pihak terkait untuk mengusut kasus tersebut. "Tentu, itu agenda penyidikan," katanya.

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan Ismeth kemungkinan dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain ditetapkan sebagai tersangka, berdasar informasi, Ismeth juga dicegah pergi ke luar negeri. Sumber informasi menyebutkan, Direktorat Jenderal Imigrasi Depkumham telah mengeluarkan surat larangan pergi ke luar negeri. Larangan itu berdasar permohonan KPK.

Kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran telah menjerat pemilik PT Satal Nusantara, Hengky Samuel Daud sebagai terdakwa.

Dalam dakwaan terhadap Hengky disebutkan bahwa pengusaha itu telah menerima pembayaran sebesar Rp10,7 miliar dari Otorita Batam selama April 2005 hingga Agustus 2005 untuk keperluan pengadaan dua unit mobil pemadam kebakaran jenis ME 5 merk Morita dan "ladder truck" merek Morita.

Surat dakwaan yang sama menyebutkan telah terjadi kemahalan harga, sehingga merugikan keuangan Otorita Batam sebesar Rp2,08 miliar.

Dalam kasus itu, Ismeth telah menjalani pemeriksaan di gedung KPK.

Selain menjadi rekanan pengadaan mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam, Hengky juga menjalankan proyek serupa di sejumlah daerah, antara lain Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jawa Barat.

Kemudian Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Boolang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Talaud, Kota Jambi, Kendari, Kota Medan, dan Kota Makasar.

KPK menduga total kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp97 miliar.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009