Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan upaya pencabutan larangan terbang oleh Uni Eropa atas seluruh maskapai Indonesia tidak tuntas tahun ini dan baru empat maskapai yang larangannya sudah dicabut Juli lalu.
"Pencabutan larangan terbang UE masih dalam proses itu. Kita lihat juga kesiapan maskapai bagaimana. Karena kita menilai ada yang harus berbenah diri," kata Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, menjawab pers di Jakarta, Senin.
Namun, lanjutnya, pemerintah tetap akan mencoba dan berupaya agar pada awal tahun depan proses pencabutan larangan terbang sejumlah maskapai di luar Garuda, Mandala, Premier Air dan Air Fast, akan tetap diberikan.
"Tapi akan kita coba, karena Juni nanti kan Garuda terbang ke Eropa," katanya.
Tren regulasi keselamatan dan keamanan penerbangan di Eropa saat ini, kata Freddy, makin ketat dan Indonesia berkomitmen akan mengikuti semua ketentuan dengan baik.
"Semua aturan akan kita ikuti dengan baik sehingga diharapkan nanti tidak ada masalah," katanya.
Freddy mengakui, syarat yang utama adalah kelayakan pesawat, tetapi juga bandaranya sendiri.
"Bandara juga ada syarat-syarat yang harus diikuti untuk bisa ikut. Karena kan tahun depan Boeing 777 akan masuk Indonesia. Bandara harus siap itu, makanya PT Angkasa Pura harus berbenah diri," katanya.
Freddy juga menegaskan, pencabutan larangan terbang atas semua maskapai memang menjadi tujuan.
"Sebagai bagian dari itu, maka sebelum 22 Desember nanti, akan ada tim UE dan Amerika yang mau ketemu saya. Kita akan bahas hal itu juga," katanya.
Larangan terbang atas seluruh maskapai Indonesia di langit UE diterapkan sejak Juli 2007 dan pada Juli 2009, baru empat maskapai yang dicabut larangan terbangnya.
Namun, lanjutnya, pada prinsipnya sudah banyak maskapai nasional yang melayani penerbangan dengan rute-rute di Asia.
"Jadi, tidak ada masalah seperti Lion Air. Mudah-mudahan bisa diterima dalam pembahasan lanjut untuk terbang ke Eropa dan Amerika Serikat," katanya.
Ia juga menambahkan, hingga saat ini Indonesia memang belum menerapkan kebijakan udara terbuka secara penuh (open sky policy), meski banyak yang menyarankan untuk membukanya.
Kebijakan itu, memungkinkan penerbangan asing boleh masuk secara bebas mengangkut penumpang dan barang di Indonesia.
"Tapi kita kan juga ingin armada penerbangan nasional bisa bersaing dengan baik. Mereka harus berbenah diri juga," kata Freddy.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009