Jakarta (ANTARA News) - Sepiring mie goreng bersanding dengan sebakul nasi. Tak jauh dari keduanya, berbagai jenis sayuran matang dicampur ala kadarnya. Hidangan itu tertutup daun pisang agar tidak dihinggapi lalat yang semakin ramai berterbangan.

Demi mendapatkan hal sesederhana itu, Wakil Ketua KPK nonaktif Bibit Samad Rianto rela "hijrah" dari Jakarta ke pelosok Jombang.

Rabu pagi, 3 Desember 2009, Bibit berangkat ke Kediri, Jawa Timur. Dengan menggunakan pesawat terbang, Bibit tidak memerlukan waktu satu hari penuh untuk menapakkan kaki di tanah kelahirannya itu.

Di Kediri, Bibit menghabiskan waktu bersama keluarga. Sehari setelah itu, dia berkendara ke Jombang, demi hidangan sederhana tadi.

Perjumpaannya dengan mie goreng, sayur, dan daun pisang itu menjadi rangkaian dari "derita" yang dia alami selama di Jakarta. Dia bersama koleganya, Chandra Marta Hamzah, dituduh memeras pengusaha yang berperkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya juga diduga menyalahgunakan wewenang ketika memimpin KPK.

Tidak hanya berstatus tersangka, mereka juga sempat ditahan di rumah tahanan kepolisian. Atas dasar berbagai fakta, publik membentuk opini bahwa ada rekayasa dalam kasus itu.

Alhasil, gerakan rakyat dan berbagai upaya hukum yang mereka lakukan berimbas pada penghentian kasus. Kini Bibit dan Chandra bebas dari segala jerat hukum, dan sedang menunggu pengaktifan kembali untuk menempati pucuk pimpinan KPK.

Lupakan hiruk pikuk
Untuk sejenak, Bibit melupakan hiruk pikuk kasus hukum di Jakarta. Alumnus akademi kepolisian tahun 1970 itu memlih untuk bergabung dengan ratusan "wong cilik" di kampung halamannya. "Wong cilik" yang juga menjadi korban sengketa pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol di Jombang itu bersemangat menghidangkan mie goreng, nasi, dan sayur mayur terbungkus daun pisang untuk sang idola.

Menjelang pukul dua siang, puluhan warga mulai berkumpul. Meski sebagian besar mengendarai sepeda motor, ada beberapa diantara mereka memilih menaiki mobil bak terbuka.

Sebagian dari mereka adalah laki-laki paruh baya. Namun, tidak sedikit kaum hawa yang juga ikut dalam hajatan sederhana itu.

Achmad Rifai, kuasa hukum warga, mengatakan sedikitnya ada 800 kepala keluarga yang dia tangani dalam sengketa itu.

"Itu belum semua, masih banyak yang berpotensi menjadi korban," kata Rifai yang juga pengacara Bibit.

Pertemuan Bibit dan para warga dilakukan di depan rumah orang tua Rifai yang belum utuh terbangun. bagian atas rumah itu belum tertutup sempurna. Sebagian besar genting belum diletakkan pada tempatnya, namun masih tersusun di sudut ruangan.

Bibit dan warga berkumpul di halaman rumah, hanya beralaskan karpet yang harus disambung dengan tikar plastik karena tidak cukup menutup tanah.

Tidak ada strata dalam pertemuan itu. Semua orang duduk di lantai, termasuk Bibit. Seperti biasanya, Bibit hanya mengenakan kaos dan jaket warna colkat. Penampilan pejabat negara itu tidak mencolok diantara puluhan warga lainnya.

Kyai Ichsan, ulama yang juga menjadi bagian dari para warga mengucapkan rasa syukur di awal acara. Dia bersyukur karena doa yang dia panjatkan bersama para warga didengar oleh Tuhan. Doa sederhana yang diucapkan oleh orang-orang sederhana itu dinyatakan dalam bentuk penghentian perkara yang menjerat Bibit dan Chandra.

"Bapak didoakan oleh kami, orang miskin ini. Doa orang miskin dan teraniaya adalah doa yang didengarkan Allah," katanya dalam bahasa Jawa.

Tak berapa lama, ajakan Kyai Ichsan untuk sujud syukurpun diikuti Bibit dan warga lainnya. Secara teratur mereka mengatur diri, mengambil posisi untuk bersujud.

Bereka bersujud sekitar lima menit. Bibit melakukan hal yang sama, sambil sesekali mengusap kedua matanya.

Sebagai wujud syukur, Bibit juga menyantap hidangan sederhana yang telah disediakan oleh warga. Aneka hidangan khas desa ditempatkan di beberapa penampan terbuat dari anyaman bambu, atau yang biasa disebut dengan "tampah" oleh komunitas Jawa.

Tanpa sungkan, Bibit mengambil daun pisang yang telah dilipat menjadi alas makan. Nasi, mie goreng, dan sayur langsung memenuhi daun pisang alas makan itu. Bibit makan dengan lahap diiringi sendau gurau warga yang dibalas dengan tawa renyah khas Bibit.

Tak goyah
Di tengah warga, Bibit mengulang berbagai kisah pilu hingga cerita lucu selama tersangkut kasus hukum. Bapak tiga anak ini mendapat pengalaman berharga dari cerita pahit sebagai seorang tersangka.

Namun, pada saat yang sama, Bibit mendadak terkenal. "Sampai-sampai ada yang mengaku "facebooker" dan meminta foto dengan saya saat di bandara," katanya.

Maklum saja, dukungan kepada Bibit dan Chandra melalui jejaring sosial dunia maya "Facebook" mencapai lebih dari satu juta orang.

Bibit memang menjadi target pemberitaan selama beberapa bulan terakhir. Dia selalu muncul di televisi dan media massa lainnya.

"Itu membuat orang bertanya, kenapa saya sering mengenakan kemeja putih dan jas biru langit," katanya sambil tertawa.

Terkait hal itu, Bibit memiliki jawaban tersendiri. Putih melambangkan kebersihan, baik perkataan, perbuatan, dan isi hati. Sedangkan biru langit merupakan simbolisasi bantuan Tuhan dalam menjalankan tugas sebagai pemberantas korupsi.

Bibit menegaskan dirinya tidak akan goyah memberantas korupsi setelah kembali aktif menjabat di KPK. Dia menegaskan telah menyerahkan semua hal kepada Tuhan. Oleh karena itu, tidak ada sesuatu yang perlu ditakuti.

"Berani ke KPK berarti harus berani mengubah keadaan," katanya.Menurut Bibit, penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi tidak boleh berhenti karena ancaman apa pun.

Bibit belum mengetahui secara persis kasus apa yang akan menjadi prioritas setelah dia kembali ke KPK. Hal itudisebabkan Bibit sudah tidak aktif menjabat untuk beberapa saat.

Namun, bibit mengidentifikasi beberapa kasus yang menarik perhatian publik dan harus dituntaskan, antara lain kasus dugaan aliran cek kepada sejumlah anggota DPR dalam pemilihan pejabat Gubernur Senior Bank Indonasia (BI) Miranda Goeltom pada 2004.

Kemudian kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Masaro Radiokom dan kasus Bank Century.

Kasus-kasus yang dia sebut masuk dalam kategori kasus kelas kakap. Bibit menyebut kasus-kasus itu dalam iringan doa orang-orang sederhana dan teraniaya.

Mengutip kembali kata-kata Kyai Ichsan, "Doa orang miskin dan teraniaya adalah doa yang didengarkan Allah".(*)

Oleh Fx. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009