Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Direktur Utama PT Pupuk Kaltim Bakir Pasaman mengenai perjanjian kerja sama pengangkutan amoniak dengan Kapal Griya Borneo milik PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
KPK pada hari Senin memeriksa Bakir sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT HTK Taufik Agustono (TAG) dalam penyidikan kasus suap bidang pelayaran antara PT Pilog dengan PT HTK dan penerimaan lain yang terkait dengan jabatan.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait perjanjian kerja sama pengangkutan amoniak Kapal Griya Borneo milik PT HTK dan penjualan amoniaknya dari PT Pupuk Kaltim yang diduga untuk memuluskan perjanjian kerja sama tersebut nantinya akan dikawal oleh Bowo Sidik Pangarso," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.
Baca juga: Kasus bidang pelayaran, KPK panggil saksi untuk Direktur PT HTK
Pemeriksaan terhadap Bakir hari ini merupakan penjadwalan ulang setelah yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan KPK pada hari Senin (20/7).
KPK telah menetapkan Taufik sebagai tersangka pada tanggal 16 Oktober 2019, kemudian menahan yang bersangkutan pada tanggal 26 Juni 2020.
Penetapan Taufik sebagai tersangka merupakan pengembangan perkara kerja sama pengangkutan bidang pelayaran yang berawal dari kegiatan tangkap tangan pada tanggal 28 Maret 2019 yang melibatkan anggota DPR RI periode 2014—2019 Bowo Sidik Pangarso sebagai pihak penerima.
Saat itu, KPK menetapkan tiga tersangka dari kegiatan tangkap tangan tersebut, yakni Bowo, Marketing Manager PT HTK Asty Winasti, dan Indung dari unsur swasta atau perantara suap untuk Bowo.
Dua di antaranya, yaitu Bowo diputus bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap dan Asty telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan Indung masih tahap upaya hukum kasasi.
Baca juga: Dirut Pupuk Kaltim Bakir Pasaman raih CEO anak usaha BUMN terbaik
Dalam konstruksi perkara disebut bahwa pada rentang waktu 1 November 2018 sampai 27 Maret 2019 diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo terdiri atas 59.587 dolar AS pada tanggal 1 November 2018, 21.327 dolar AS pada tanggal 20 Desember 2018, 7.819 dolar AS pada tanggal 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada tanggal 27 Maret 2019.
Taufik diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020