Kupang (ANTARA News) - Wilayah perairan Indonesia masih menyimpan potensi konflik dengan Malaysia, Australia, Singapura, India, Filipina, Thailand, Vietnam, Papua Nugini dan Timor Leste.
"Potensi yang tampak di antaranya batas laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinental," kata Direktur Hukum Internasional (HI) Fakultas Hukum Unversitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Wilhelmus Wetan Songa, SH, MHum di Kupang, Sabtu.
Ia menegaskan hal ini pada kesempatan Seminar Sehari dengan tajuk "Peranan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sengketa Perbatasan, Pengungsi dan Imigrasi Gelap di Wilayah NTT yang diselenggarakan Fakultas Hukum Jurusan Hukum Internasional Universitas Nusa Cendana Kupang".
Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Undana ini menyebut potensi dan peluang konflik perbatasan yang masih dan sedang terjadi adalah kegiatan pencurian ikan nelayan-nelayan kecil dan nelayan yang memiliki peralatan modern.
"Pencurian ikan ini disebabkan oleh belum adanya perjanjian batas ZEE antara Indonesia dengan negara tetangga tersebut," katanya.
Wetan Songa lebih lanjut mengatakan untuk mengantisipasi potensi konflik wilayah perairan tersebut dengan negara lain, maka Indonesia proaktif membuat perjanjian seperti batas laut teritorial dengan Malaysia tahun 1970, dengan Singapura tahun 1973 dan terakhir tahun 2009, namun belum diratifikasi.
"Perjanjian dengan Australia soal batas ZEE dilakukan tahun 2003, namun belum dirativikasi. Batas landasan kontinental dengan Malaysia tahun 1969, dengan Australia tahun 1971 dan 1972, dengan Thailand tahun 1971 dan 1975, India 1974 dan 1977, Vietnam tahun 2003 tetapi belum diratifikasi," katanya.
Ia menyebut batas maritim yang masih dalam proses perundingan adalah batas laut teritorial dengan Malaysia di Selat Malaka bagian Selatan dan batas ZEE dengan Filipina di laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.
"Batas maritim yang belum dilakukan perundingan bilateral adalah batas laut teritorial dengan Malaysia di Tanjungdatu, Kalimantan Barat dan perairan Sebatik, Kalimantan Timur. Singapura di segmen Timur, Selat Singapura dan Timor Leste di Laut Sawu, Selat Wetar dan Laut Timor," katanya.
Ia mengatakan penentuan batas-batas wilayah ini penting dilakukan dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di laut dan pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan.
"Penetapan batas-batas maritim tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan hukum laut internasional dan pada saat ini menggunakan United Nations of Convension on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 82) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No.17 tahun 1985, tentang Konvensi PBB tentang Hukum Laut," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009