Surabaya (ANTARA News) - Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengusulkan status pekerja rumah tangga (PRT) menjadi pekerja formal, dari sebelumnya berstatus informal, kata Koordinator Program ILO Indonesia, Albert Y. Bonasahat kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.
Menurutnya, profesi PRT selama ini sering dianggap pekerjaan yang tidak berharga sehingga tidak diatur dalam perundangan, padahal jam kerjanya panjang, bergaji rendah dan tidak terlindungi.
"Bahkan, kadang sejumlah pelanggaran dan penganiayaan mereka terima baik pekerja rumah tangga domestik maupun migran," ujarnya.
Sesuai data ILO pada tahun 2004, secara nasional jumlah PRT di Indonesia ada 2.593.399 orang, yang 1,4 juta diantaranya bekerja di Pulau Jawa.
"Mayoritas merupakan kaum perempuan dengan tingkat pendidikan rendah dan berasal dari keluarga miskin di pedesaan," katanya.
Sementara itu Duta Buruh Migran Indonesia, Rieke Dyah Pitaloka, membenarkan, status formal itu sangat penting untuk segera direalisasikan untuk menaikkan taraf hidup PRT dan berkinerja yang lebih baik.
"PRT sebagai pekerja formal adalah inti perjuangan kami. Upaya ini dapat membantu mereka memperoleh jaminan sosial dan perlindungan terhadap hak asasinya," kata anggota Komisi IX DPR itu.
Dengan cara ini, Rieke berharap tidak ada lagi kasus seperti PRT asal Cianjur, Sani (27), yang mengabdi selama 13 tahun tetapi tidak digaji layak oleh majikannya.
"Setahu saya, gaji yang diterimanya selama belasan tahun itu baru Rp1,5 juta. Hal ini sudah menyalahi aturan perburuhan internasional. Apalagi, majikannya sudah mempekerjakannya sejak di bawah 15 tahun," katanya.
Rieke juga berharap pekerjaan PRT mempunyai kontrak kerja yang jelas dalam hubungannya dengan majikan sehingga pembagian waktu kapan ia kerja dan libur bisa jelas.
"Setidaknya, mereka bisa menikmati waktu liburnya meskipun hanya satu hari per pekan," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009