Banda Aceh (ANTARA News) - Konflik antara gajah-manusia yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) harus diakhiri dengan melakukan perubahan pola hidup masyarakat yang menetap di sekitar kawasan habitat hewan tersebut.
"Masyarakat dekat hutan harus mengubah pola hidup, artinya melakukan perubahan pola hidup agar tidak diganggu binatang berbadan besar tersebut," kata Manager Fauna dan Flora Internasional (FFI) Aceh, Wahdi Azmi di Saree, Aceh Besar, Sabtu.
Pernyataan itu disampaikan disela lokakarya bertajuk "Hidup Berdampingan dengan gajah" yang diikuti instansi pemerintah dan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan Aceh.
Dia mengatakan, upaya mengubah pola tanam yang sering dirusak gajah, diyakini bisa mengurangi tingkat intensitas gangguan binatang tersebut terhadap tanaman para petani.
"Masyarakat bisa menanam tanaman yang tidak disukai gajah. Untuk itu butuh dukungan pemerintah setempat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Selain melakukan perubahan pola tanam, masyarakat juga perlu mengetahui apa yang harus dilakukan bila berhadapan dengan kawanan gajah liar, sehingga dapat dihindari jatuhnya korban jiwa.
"Informasi penanganan gajah tidak didapat masyarakat, sehingga kita kerap menuding gajah menjadi binatang yang tidak bisa hidup berdampingan dengan manusia," katanya.
Karena itu, semua pihak terutama Pemerinta Aceh diharapkan bisa memberi pemahaman yang lebih maksimal untuk mengurangi dan mencegah konfrontasi gajah dengan manusia.
Peserta yang mengikuti lokakarya itu diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat di daerahnya, sehingga upaya untuk hidup berdampingan dengan gajah dapat terwujud di provinsi yang luluh lantak gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009