Jakarta (ANTARA) - Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta mencapai 21.954 kasus atau mengalami peningkatan 379 orang pada Ahad dibandingkan hari sebelumnya sebanyak 21.575 kasus.

Berdasarkan data yang diterima dari Pemprov DKI Jakarta, penambahan kasus sebanyak 379 kasus ini lebih rendah dibandingkan penambahan pada Jumat (31/7) pada 432 orang, pada Selasa (28/7) sebanyak 412 kasus dan penambahan pada hari Rabu (29/7) sebanyak 584 kasus yang merupakan rekor pertambahan tertinggi selama pandemi.

Namun demikian, penambahan tersebut masih di atas penambahan pada Sabtu (1/8) sebanyak 374 kasus, Kamis (30/7) 299 orang dan Ahad (26/7) sebanyak 378 kasus.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Fify Mulyani memaparkan 374 orang kasus COVID-19 itu adalah dari hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR) pada 4.891 spesimen.

"3.888 di antaranya untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 379 positif dan 3.509 negatif. Dari jumlah 379 kasus tersebut, terdapat rapelan 50 kasus dari hari sebelumnya," katanya.

Untuk jumlah orang dites sepekan terakhir sebanyak 37.935. Sedangkan untuk jumlah tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 38.294.

Baca juga: Dishub tegaskan kebijakan ganjil genap pada Senin (3/8) bukan uji coba
Baca juga: Anies perketat pengawasan dunia usaha terkait klaster perkantoran

Tim medis Puskesmas melakukan tes usap terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, Selasa (28/7/2020). Kegiatan tes usap tergahap 40 pegawai itu dilatarbelakangi seorang rekan mereka yang positif tertular COVID-19. (ANTARA/HO-Kecamatan Matraman)
Ia menjelaskan, WHO telah menetapkan standar jumlah tes PCR adalah 1.000 orang per 1 juta penduduk per minggu. Berdasarkan WHO, Jakarta harus melakukan pemeriksaan PCR minimum pada 10.645 orang (bukan spesimen) per minggu atau 1.521 orang per hari.

"Saat ini jumlah tes PCR di Jakarta setiap pekan adalah 4 kali lipat standar WHO," katanya.

Fify menyebutkan kondisi wabah di sebuah daerah hanya bisa diketahui melalui pengetesan. Strategi "tes-lacak-isolasi" sangat penting dilakukan dalam penanganan wabah.

Jumlah tes yang tidak memenuhi standar WHO berakibat makin banyak kasus positif yang tidak terlacak. "Sehingga semakin banyak pula yang tidak diisolasi dan semakin meningkatkan potensi penularan COVID-19. Jakarta telah memenuhi standar itu, bahkan melebihinya," ujar Fify.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga menyatakan sampai 1 Agustus 2020 sudah ada 562.454 sampel (sebelumnya 557.963 sampel) yang telah diperiksa dengan tes PCR untuk mengetahui jejak COVID-19 di lima wilayah DKI Jakarta.

Fify menjelaskan jumlah kasus aktif yang terpapar penyakit pneumonia akibat virus corona jenis baru (COVID-19) itu di Jakarta saat ini sebanyak 7.075 orang (sebelumnya 6.836 orang) yang masih dirawat/isolasi.

Baca juga: Tes massal COVID-19 perkantoran Jakarta tanggung jawab perusahaan
Baca juga: Puluhan warga tes usap di tempat hiburan malam Jakarta Barat

Warga RW 07 Jembatan Besi, Tambora menjalani tes usap COVID-19 di Jakarta, Kamis (14/5/2020). (ANTARA/HO-Dokumentasi Kecamatan Tambora)
Sedangkan dari jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta pada hari ini sebanyak 21.954 kasus (sebelumnya 21.575 kasus). Sebanyak 14.027 orang dinyatakan telah sembuh (hari sebelumnya 13.887 orang), sedangkan 852 orang (tidak ada penambahan) meninggal dunia.

Untuk "positivity rate" atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 7,1 persen (sebelumnya 7,2 persen), sedangkan Indonesia sebesar 14,8 persen (sebelumnya 14,6 persen). WHO menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

Namun persentase kasus positif ini hanya bisa dianggap valid bila standar jumlah tes yang dilakukan telah terpenuhi. Bila jumlah tesnya sedikit (tidak memenuhi standar WHO), maka indikator persentase kasus positif patut diragukan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020