Jombang (ANTARA News) - Achmad Rifai, pengacara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, mengatakan Kejaksaan setengah hati dalam menanggapi perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang penghentian kasus yang menjerat kedua pimpinan KPK itu.

"Proses penerbitan dan pengiriman SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) ke pihak terkait sangat lambat, ini berarti perintah Presiden ditanggapi setengah hati," kata Rifai ketika ditemui di Jombang, Jawa Timur, Jumat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan bahwa sebaiknya kasus hukum yang menjerat Bibit dan Chandra tidak sampai ke pengadilan.

Bibit dan Chandra terjerat kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Namun pada akhirnya, kasus itu dihentikan setelah kejaksaan menerbitkan SKPP.

Menurut Rifai, proses penerbitan SKPP itu terlalu lambat. Seharusnya SKPP diterbitkan tidak berselang lama setelah pernyataan Presiden.

Rifai juga menilai Kejaksaan lambat dalam mengirimkan SKPP itu kepada pihak terkait, terutama kepada Presiden.

Hal itu menyebabkan presiden tidak bisa segera menerbitkan Keputusan Presiden untuk mengaktifkan Bibit dan Chandra sebagai pimpinan KPK.

"Saya memperhitungkan, seharusnya SKPP langsung sampai ke Presiden setelah diterbitkan," katanya.

Jika Kejaksaan langsung menyerahkan SKPP ke Presiden, maka Bibit dan Chandra bisa aktif kembali dan penggantian pimpinan (reposisi) di KPK bisa segera dilaksanakan.

Terkait reposisi, Rifai menjelaskan, hal itu harus dilakukan secara menyeluruh pada saat Bibit dan Chandra kembali aktif menjabat di KPK.

Dia menjelaskan, Tumpak Hatorangan Panggabean, Mas Ahmad Santosa, dan Waluyo sebagai pelaksana tugas sementara KPK harus mundur jika Bibit dan Chandra kembali menjabat.

"Status beliau bertiga hanya sementara di KPK," kata Rifai.

Menurut Rifai, sifat sementara itu tertuang dalam Keputusan Presiden pengangkatan ketiga orang tersebut untuk memimpin KPK.

Selain itu, Keputusan Presiden pembentukan tim rekomendasi pemilihan pimpinan KPK juga menyatakan sifat kepemimpinan tersebut hanya sementara. Para pemimpin sementara itu akan mundur jika pimpinan nonaktif kembali menjabat.

Kemudian, Rifai merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan Undang-undang KPK.

Perppu tersebut menyatakan pimpinan KPK dikatakan kosong jika jumlah pimpinan kurang dari dua. Oleh karena itu, pimpinan KPK tidak dapat dikatakan kosong setelah Bibit dan Chandra kembali menjabat.

"Jadi jika tiga pelaksana tugas mengundurkan diri, pimpinan KPK masih empat orang, sehingga tidak ada kekosongan kepemimpinan," kata Rifai.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009