Karimun (ANTARA News) - Abdul Hafid anggota DPRD Karimun, Provinsi Kepulauan Riau menggugat KPU setempat serta KPU pusat membayar ganti rugi sebesar Rp10 miliar, karena dianggap mencemarkan nama baiknya terkait surat pembatalan dirinya sebagai anggota legislatif.
Gugatan anggota DPRD dari PNI Marhaenisme itu disampaikan di ruang sidang Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Kamis.
Sidang berlangsung singkat dengan agenda pembacaan gugatan oleh M Lumbanbatu selaku kuasa hukum Abdul Hafid di hadapan Tubagus Abdi Yudha kuasa hukum KPU Karimun selaku pihak tergugat, dan KPU pusat selaku turut tergugat.
"Kami menuntut tergugat dan turut tergugat, baik secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng membayar ganti rugi moril sebesar Rp10 miliar," kata Lumbanbatu di persidangan yang diketuai Wisnu Wicaksono didampingi M Candra dan Veronica Sekar Widuri serta panitera pengganti, Eko Wahono.
Ia mengatakan permohonan ganti rugi itu disampaikan terkait pemberitaan pada salah satu media cetak lokal pada 30 September lalu yang dilakukan tergugat yang memuat tentang surat KPU pusat Nomor 1466/KPU/IX/2009 perihal pembatalan kliennya sebagai anggota legislatif yang telah ditetapkan dalam rapat pleno KPU Karimun dan dilantik pada 29 Agustus 2009 sesuai Keputusan Gubernur Kepri Nomor 326/2009.
"Pemberitaan itu sangat merugikan dan mencemarkan nama baik penggugat, sehingga mengganggu tugas-tugasnya dan menimbulkan pertanyaan dari konstituennya," katanya.
Ia menegaskan surat pembatalan oleh KPU pusat tersebut juga melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 138 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, dimana dalam ketentuan itu tidak mengatur pembatalan calon anggota DPRD yang telah ditetapkan.
"Penggantian calon terpilih dapat dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat atau melakukan tindak pidana pemilu sesuai Pasal 218 ayat (1) dan (2) undang-undang yang sama," katanya.
Ia menyebutkan keterlambatan pelaporan rekening kampanye yang dijadikan dasar dalam surat pembatalan itu juga tidak dapat diterima, karena kliennya telah menyampaikannya pada kantor Akuntan Publik Drs Katio & Rekan yang disaksikan KPU Provinsi Kepri pada 24 April 2009, masih dalam tenggang waktu 15 hari setelah pemilu seperti diatur dalam Pasal 135 ayat (1) UU tersebut.
Dia juga mengatakan penandatanganan laporan dana kampanye oleh kliennya sudah sesuai ketentuan dan atas mandat dari pengurus DPD PNI Marhanenisme Kepri.
"Pemberian mandat tersebut karena Ketua DPC PNI Marhaenisme Karimun saat itu sedang sakit," katanya.
Selain menuntut ganti rugi Rp10 miliar, dia juga memohon agar majelis hakim memerintahkan tergugat dan turut tergugar menyampaikan iklan permohonan maaf yang dimuat di media cetak yaitu surat kabar Kompas dan Batam dengan ukuran setengah halaman selama tiga hari berturut-turut.
Kemudian meminta majelis hakim menyatakan tindakan pembatalan penggugat sebagai calon DPRD Karimun tidak sah dan batal demi hukum, serta menghukum keduanya membayar uang paksa sebesar Rp1 juta per hari setiap keterlambatan tergugat maupun turut tergugat melaksanakan putusan itu.
Usai pembacaan gugatan tersebut, majelis hakim menawarkan proses mediasi kepada kedua pihak dan menunjuk Wisnu Wicaksono sebagai hakim yang menjadi mediator upaya perdamaian bagi keduanya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan hasil mediasi.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009