Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengakui prospek dicapainya komitmen mengikat dalam pertemuan puncak perubahan iklim di Copenhagen pekan depan, relatif kecil.
"Kemungkinan besar (KTT Perubahan Iklim) tidak menyelesaikan permasalahan karena kelihatannya prospek untuk dicapainya suatu komitmen yang mengikat relatif kecil," kata Menlu di Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai isu perubahan iklim boleh jadi akan dituntaskan paling tidak hingga pertengahan 2010.
Namun, Indonesia tetap aktif mendorong tercapainya suatu kesepakatan di Copenhagen dan bahkan turut berperan sebagai bagian dari solusi.
"Indonesia sebagai tuan rumah UNFCCC di Bali 2007 terus berperan dalam penanganan masalah perubahan iklim ini," tegasnya.
Menyikapi perbedaan posisi yang sangat tajam antara negara-negara dalam soal perubahan iklim, Indonesia telah menyiapkan posisi yang diharapkan dapat menjembatani sikap berbeda antarbangsa.
"Indonesia juga tidak hanya bicara dalam tataran wacana. Di Copenhagen kita akan menjabarkan bagaimana upaya kita dalam mencapai target pengurangan emisi 26 persen pada 2020," katanya.
Sebagai wujud kepeduliannya pada ancaman bahaya perubahan iklim, negara-negara menyiapkan serangkaian tahap perundingan untuk kesepakatan baru pengganti Protokol Kyoto yang akan berakhir tahun 2012.
Perundingan telah dimulai di Bali pada 2007 yang menelorkan Peta Jalan Bali, sementara Pertemuan Copenhagen, mulanya diharapkan menjadi pertemuan penutup, dimana seluruh negara mencapai kesepakatan.
Namun hingga kini, perbedaan posisi yang cukup mencolok antara negara-negara di dunia masih terlihat, diantaranya penolakan beberapa negara atas kesepakatan pengurangan emisi yang mengikat dan perbedaan beban pengurangan emisi antara negara maju dan berkembang. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009