"Audit BPK sudah cukup untuk membawa Boediono, Sri Mulyani, dan Raden Pardede," kata Rizal dalam diskusi bertajuk "Benarkah Bank Century Gagal Berdampak Sistemik" di kantor DPP Partai Bulan Bintang, Jakarta, Kamis.
Rizal menolak keras pendapat yang menyatakan sebuah kebijakan tidak dapat diadili, apalagi jika kebijakan itu nyata-nyata merugikan negara.
"Kata siapa kebijakan tak bisa diadili? Enak betul pejabat, jelas-jelas aturan yang dilanggar," katanya.
Hal senada dikemukakan Noorsy, yang mengatakan kasus Bank Century adalah kejahatan perbankan yang melibatkan suatu kebijakan. Dia mengatakan kasus Bank Century tidak akan ketemu jika penanganannya menggunakan logika korupsi. Kasus itu harus dilihat dalam perspektif kebijakan.
"Jika kebijakan tak dapat dihukum, mari bersama-sama kita langgar kebijakan," kata anggota Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM itu.
Menurut dia, kasus Bank Century merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang sangat jelas.
"Kalau Robert Tantular (mantan pemegang saham Bank Centur) divonis empat tahun, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan saat itu harus kena. Sri Mulyani harus dinonaktifkan," katanya.
Noorsy menyarankan Partai Bulan Bintang melaporkan Boediono dan Sri Mulyani ke polisi sebagai pihak yang berstatus turut serta dalam kasus Bank Century.
"Masyarakat biar melihat apakah polisi akan melakukan politik hukum atau tidak," katanya.
Baik Rizal maupun Noorsy menilai kasus Bank Century tidak dapat disebut berdampak sistemik terhadap kondisi ekonomi nasional sehingga tak perlu diselamatkan dengan dana talangan hingga 6,7 triliun.
"Bank ecek-ecek tidak perlu diselamatkan," kata Rizal.
Menurut Rizal Ramli, kejahatan di bidang ekonomi dan perbankan merupakan kejahatan terbesar sejak akhir Orde Baru.
"Tetapi kejahatan ini paling dilindungi. Publik kurang menyadari hal ini," katanya.
Padahal, dampaknya sangat besar, misal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp600 triliun, yang bunganya saja harus dibayar Rp60 triliun tiap tahun hingga 2033. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009