Sumedang, Jawa Barat, jelas mempesona, di tanah yang sama itulah Prabu Tadjimalela, pendiri Kerajaan Sumedang Larang, nun ratusan tahun silam jatuh hati pada kecantikan wilayah itu dan berucap selalu pada tanah kelahirannya: Insun Medal, Insun Madangan.
"Di sinilah aku dilahirkan dari tanah inilah aku menerangi."
Ucapannya bukan tanpa alasan, daya pikat wilayah itu telah kuat sejak ratusan tahun lalu bahkan jauh sebelum sebuah kerajaan besar penerus Pajajaran berdiri di atasnya; Sumedang Larang.
Relief dan topografi tanah yang bergelombang justru menjadi kelebihan tersendiri. Kawasan itu terapit sejumlah gunung api aktif mulai dari Manglayang hingga Geulis yang menjadikan daratannya subur.
Kawasan yang semula bernama Himbar Buana itu disemati predikat Sumedang berasal dari ungkapan jatuh hati Tadjimalela pada tempatnya dilahirkan: Insun Medal.
Sumedang tidak berhenti mempesona sampai saat ini. Kecantikan alamnya laksana sudah menjadi kodrat bahwa kawasan itu begitu membuat kangen pendatang yang pernah mampir.
Peradaban yang berkembang di atasnya kian menjadikan kota itu sempurna sebagai daerah persinggahan wisata budaya.
Sumedang menawarkan beragam pengalaman wisata yang tidak pernah ada di daerah lain mulai dari agrotourism, ekowisata, culinary trip, hingga adventure tourism.
Inilah Sumedang, kota kecil di selatan Indramayu, 45 km dari kota Bandung, di persimpangan Bandung-Cirebon, tiga jam dari ibukota Indonesia, menawarkan iklim lain kepada wisatawan yang ingin memanjakan paru-parunya dengan udara yang masih perawan.
Sumedang memanggil dengan pesonanya. "Selamat datang di tanah kelahiranku," boleh jadi itulah yang akan disampaikan Prabu Tadjimalela kepada setiap wisatawan yang mampir.
Kota Kuno
Ketika Sumedang memanggil tidak akan ada yang sanggup untuk menolak berpaling.
Kota itu memang sudah terbukti tak pernah kehilangan pesonanya untuk menghipnotis wisatawan. Hutan Manglayang yang bernaung di kawasannya menjadi daya tarik yang tak pernah habis direguk.
Dan jika ingin mendalami peradaban yang berkembang di dalamnya, Sumedang adalah gudangnya. Kota itu memiliki ciri kota kuno khas Jawa Barat. Di tengah kota terdapat alun-alun sebagai pusat kota yang dikelilingi Masjid Agung, penjara, dan kantor pusat pemerintahan.
Di tengah alun-alun berdiri Monumen Lingga yakni sebuah tugu peringatan atas jasa Pangeran Suriatmaja dalam mengembangkan Sumedang.
Monumen itu dibangun pada 1902 oleh Pemerintah Belanda dan kini menjadi lambang kebanggaan Kabupaten Sumedang.
Bupati Sumedang, Don Murdono, berulang kali menegaskan bahwa daerahnya telah siap menjadi destinasi wisata pilihan setelah Bandung. "Sumedang sudah sangat layak dikunjungi wisatawan dan kami siap menjadi daerah tujuan wisata di Jawa Barat," katanya.
Bukan tanpa alasan, kota itu memiliki hampir semua yang dicari wisatawan ketika melancong. Letaknya juga strategis tepat di persimpangan jalur wisata Bandung-Cirebon.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat sedang berupaya keras untuk menjadikan Sumedang sebagai persinggahan wajib wisatawan yang melintas antara Bandung-Cirebon.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sumedang, Karsidi, mengatakan, pihaknya sedang dalam tahap mewujudkan Sumedang sebagai daerah tujuan wisata.
"Kami berupaya meningkatkan arus kunjungan wisata ke Sumedang dengan berbagai cara. Profil wisata daerah kami menawarkan obyek wisata alam, budaya, minat khusus, dan atraksi lainnya," katanya.
Ekowisata
Meski terus berkembang tanpa henti, Sumedang tetap mempesona sebagai pusat ekowisata.
Lihat saja, kawasan Jatinangor dengan topografi yang bergelombang sangat menarik untuk disambangi. Kisaran ketinggian 500-1.100 m dpl menjadi tantangan tersendiri bagi wisatawan pecinta alam sekaligus penyuka petualangan.
Jika tak puas menikmati kecantikan gunung Manglayang dan Geulis dari ketinggian 500 m dpl, cobalah untuk sesekali naik. Meski hanya kendaraan sejenis Land Rover saja yang mampu menaklukkan jalanan bak sungai kering, tetapi itulah pengalaman yang dicari.
Kawasan Desa Wisata Sukasari, Kecamatan Sindangsari, Sumedang, misalnya, menjadi salah satu yang paling ditawarkan. Topografi yang bergelombang justru menjadi daya tawar tertinggi yang menjadikan kawasan itu paling sesuai digunakan untuk wisata adrenalin trekking.
Menginaplah di penginapan sederhana untuk turut merasakan keramahan masyarakat Bumi Pasundan. Mereka umumnya memiliki bintik-bintik merah di pipi; timbunan eritrosit, akibat dinginnya udara di waktu pagi dan tingginya kadar oksigen terlarut.
Itulah cermin masyarakat yang kenyang menghirup udara segar yang menyehatkan. (*)
Oleh Oleh Hanni Sofia
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009