Kupang (ANTARA News) - Diijinkan atau tidak film "Balibo" yang disutradarai Robert Connolly dan dibintangi artis kelahiran Australia, Anthony Lapaglia, diputar di Indonesia adalah kewenangan Lembaga Sensor Film (LSF).
Mengenai film Balibo adalah kewenangan LSF sebagai lembaga resmi dan tidak ada intervensi dari pihak mana pun, termasuk pemerintah Indonesia, kata Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF) Departemen Budaya, Seni, Pariwisata, Cecep S.
Film Balibo mengisahkan peristiwa kematian sejumlah wartawan jaringan televisi Australia di kota Balibo, Timor Timur, 16 Oktober 1975.
Disela rapat koordinasi persiapan Festival Musik Sasando Piala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kupang, Kamis, Cecep menegaskan bahwa larangan pemutaran Balibo adalah untuk menjaga hubungan Indonesia, Australia, dan Timor Leste yang tengah harmonis.
"Ada bagian-bagian tertentu dari film tersebut yang tidak boleh diputar atau ditayangkan karena tidak baik dalam menjaga hubungan kedua belah pihak, misalnya mengingatkan lagi hal-hal yang telah diselesaikan pada masa lalu," katanya didampingi Kepala Dinas Pariwisata NTT Ansqerius Takalapeta dan Bupati Rote Ndao Lorensius Haning.
Dirjen Cecep mengatakan dalam waktu dekat akan segera diberikan klarifikasi kepada pihak yang berkepentingan mengapa film yang tenar dengan sebutan "Balibo Lima" karena melibatkan lima orang wartawan itu, tidak boleh diputar di Indonesia.
"Kita akan segera melakukan klarifikasi kalau memang sangat dibutuhkan. Tetapi prinsipnya pemerintah tidak ingin mengintervensi profesionalisme dari Lembaga Sensor Film Nasional kita yang telah melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kita tidak ingin mengintervensi," katanya.
"Dan klarifikasinya pun tidak akan jauh berbeda dari apa yang telah disampaikan juru bicara Menteri Luar Negeri RI, beberapa waktu lalu," katanya.
Sebelumnya, juru bicara Deplu, Teuku Faizasyah, mengatakan kasus kematian lima wartawan asing di Timor Timur tahun 1975 itu sudah selesai dengan kesimpulan bahwa kematian mereka karena kecelakaan.
"Indonesia tidak melihat adanya suatu kepentingan untuk membuka kasus ini lagi. Sudah disimpulkan bahwa kematian kelima wartawan asing tersebut adalah karena kecelakaan bukan disengaja," katanya.
Kasus kematian lima wartawan Australia di Balibo kembali menguji ketahanan fondasi hubungan bilateral RI-Australia setelah Polisi Federal Australia (AFP) resmi menyelidiki tuduhan kejahatan perang dalam kasus yang populer disebut "Balibo Five" itu.
Berbagai media cetak dan elektronika Australia menjadikan investigasi AFP terhadap kasus "Balibo Five" serta pandangan publik Australia dan tanggapan pemerintah dan parlemen Indonesia atas keputusan AFP itu.
Dalam pernyataan persnya, AFP menyebutkan investigasi kasus "Balibo Five" sudah dimulai pada 20 Agustus 2009 dan pihak keluarga lima wartawan yang tewas tahun 1975 ini sudah diberitahu pada 8 September 2009.
Sementara itu, Minister Counselor Fungsi Pensosbud KBRI Canberra, Raudin, mengatakan sikap resmi KBRI Canberra atas masalah "Balibo Five" sejalan dengan apa yang telah disampaikan Juru Bicara Deplu RI di Jakarta, Teuku Faizasyah.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009