Mayoritas 65 anggota parlemen dari majelis yang beranggotakan 128 orang, setuju menolak kembalinya Zelaya ke kursi kepresidenan, sesaat sebelum pukul 19:30 waktu setempat, setelah berdebat selama lebih dari enam jam, sebagaimana dikutip dari AFP.
Pada akhirnya, hanya sembilan anggota parlemen yang setuju terhadap kembalinya Zelaya ke jabatan semua.
Sebelumnya, ratusan pendukung Presiden Manuel Zelaya yang ditumbangkan, Senin malam bergerak di seluruh ibu kota Honduras dalam suatu protes yang hingar-bingar untuk menolak pemilihan presiden yang diadakan oleh rezim de fakto.
"Rakyat beserta anda!" teriak para demonstran dalam mobil-mobil bermuatan penuh pada saat mereka melewati blokade polisi militer dan kendaraan bersenjata di depan kedutaan Brazilia, tempat Zelaya minta perlindungan.
Para pemrotes menyanyi dan berteriak serta menunjukkan jari-jari mereka yang tidak bertanda tinta, yang membuktikan bahwa mereka tidak ikut memilih dalam pilpres Ahad.
"Kami di sini hendak menunjukkan kepada dunia dan Honduras bahwa penolakan terus berlangsung di Honduras. Hasil pilpres sudah ditentukan," kata Alex Riveras, pengemudi satu mobil yang penuh dengan para demonstran berbaju merah.
Zelaya, yang kembali ke Honduras secara rahasia pada September lalu setelah kudeta 28 Juni, menuduh para pejabat pilpres menggembungkan angka hasil perhitungan pertama, yang lebih tinggi dari 60 persen.
Presiden Honduras yang baru dipilih, Porfirio Lobo Senin menghadapi tentangan para pendukung presiden terguling Manuel Zelaya, dan dunia, yang pemilihannya dilakukan secara sah.
Pemilihan dilakukan di seluruh Amerika, termasuk Amerika Serikat, sebagai negara mitra perdagangan terbesar, mendukung pilpres itu bersama Peru, Panama, Kolombia dan Kosta Rika, yang presidennya menjadi penengah perundingan pertama krisis itu.
Namun Brazilia, Argentina, Venezuela dan pemerintah-pemerintah kiri lainnya mengatakan, mereka tidak akan mengakui hasil pilpres tersebut, yang mencerminkan bahwa kudeta adalah perbuatan yang tak dihukum di kawasan yang berjuang keras terhadap pemerintahan militer itu.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009