Srinagar, India (ANTARA News) - Sebuah kelompok hak asasi manusia di Kashmir menyatakan, Rabu, mereka telah menemukan sekitar 1.700 kuburan tanpa nama yang terkait dengan konflik separatis di wilayah itu dan mendesak pihak berwenang melakukan penyelidikan.

Kuburan-kuburan itu ditemukan di 55 desa dekat Garis Pengawasan, yang memisahkan wilayah-wilayah Kashmir antara India dan Pakistan, kata kelompok Pengadilan Rakyat Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dan Keadilan di Kashmir India (IPTK) .

"Kuburan-kuburan yang diselidiki IPTK berisikan mayat orang-orang yang tewas dalam bentrokan dan pembunuhan yang seolah-olah bentrokan antara 1990-2009," kata pejabat IPTK Angana P. Chatterji pada jumpa pers, menunjuk pada kurun waktu pemberontakan separatis muslim di Kashmir India.

Hampir 90 persen dari kuburan-kuburan itu tidak memiliki tanda, tambahnya. Polisi membantah klaim-klaim IPTK, yang merupakan sebuah organisasi HAM independen yang beroperasi di negara bagian Jammu dan Kashmir.

"Kami akan menyelidiki laporan ini, namun sebagian besar mayat itu mungkin adalah militan Pakistan yang tewas dalam pertempuran dan selalu dimakamkan sebagai mayat tak dikenal," kata seorang pejabat kepolisian yang menolak disebutkan namanya kepada Reuters.

Tahun lalu, kelompok HAM yang sama mengatakan, mereka telah menemukan hampir 1.000 makam tanpa nama di 18 desa di daerah yang sama.

Puluhan ribu orang tewas di Kashmir India sejak pemberontakan muslim melawan kekuasaan New Delhi meletus pada 1989.

Kelompok-kelompok HAM internasional, yang menyebutkan sekitar 70.000 orang tewas atau hilang, di masa silam meminta pemerintah India menyelidiki apakah kuburan-kuburan tanpa nama itu berisikan mayat warga sipil yang hilang ketika pasukan India memerangi pejuang kemerdekaan Kashmir.

Pasukan keamanan India di wilayah yang dilanda kekerasan itu dituduh membunuhi warga sipil dan menyerahkan mayat mereka sebagai militan separatis untuk mendapatkan hadiah atau promosi.

Garis Pengawasan adalah perbatasan de fakto yang memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan tahun lalu di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November tahun lalu yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009