Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Taliban pada hari Rabu berikrar meningkatkan perlawanan dan memerangi 30.000 prajurit tambahan AS yang pengirimannya ke Afghanistan telah diperintahkan oleh Presiden Barack Obama, kata seorang jurubicara kelompok itu.
"Obama akan menyaksikan banyak peti mati menuju Amerika dari Afghanistan," kata jurubicara Taliban Yousuf Ahmadi kepada AFP dari tempat yang dirahasiakan.
"Harapan mereka untuk menguasai Afghanistan dengan cara-cara militer tidak akan menjadi kenyataan," katanya, membacakan sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh "Emirat Islam Taliban".
"Penambahan 30.000 prajurit yang akan datang ke Afghanistan akan menyulut perlawanan dan perang yang lebih sengit," katanya.
"Mereka akan ditarik secara memalukan. Mereka tidak akan bisa memenuhi harapan dan tujuan," kata jurubicara Taliban itu.
Pernyataan itu mengatakan, orang-orang Amerika akan menghadapi nasib memalukan seperti orang-orang Rusia dan Inggris sebelumnya -- selama invasi Inggris ke Afghanistan pada abad-19 dan invasi pasukan Sovyet pada 1980-an.
Taliban menuduh pasukan Barat berusaha menguasai negara muslim konservatif itu dan berperang untuk menggulingkan pemerintah Kabul yang memperoleh dukungan Barat.
"Ini sebuah strategi kolonisasi yang mengamankan kepentingan-kepentingan penjajah investor Amerika, dan itu menunjukkan bahwa Amerika memiliki rencana kotor tidak saja bagi Afghanistan namun juga bagi kawasan," kata Taliban dalam pernyataan itu.
Tahun ini tidak saja mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban.
Sekitar 500 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Presiden AS Barack Obama telah memerintahkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan yang kata panglima militernya di Afghanistan, Jendral Stanley McChrystal, diperlukan jika tidak ingin kalah dalam perang di negara itu.
Saat ini terdapat sekitar 113.000 prajurit Barat, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.
Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.
Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009