Jakarta (ANTARA News) - Usia industri baja di tanah air semakin "tipis" karena kalah bersaing dengan membanjirnya baja impor di pasaran.
"Jika tidak ada perlindungan, saya khawatir dalam waktu satu atau dua tahun industri baja di tanah air akan jatuh," kata Ketua "The Indonesian Iron and Steel Industry Association" (IISIA), Fawzar Bujang, di Jakarta, Selasa.
Sekarang ini memang periode sangat kritis bagi industri baja. Dan sekali industri baja ini mati, tegas Fawzar yang juga Direktur Utama PT Krakatau Steel ini, akan sangat sulit untuk dapat bangkit.
"Kita bisa mendengar cerita teman-teman dari industri paku yang tutup dan tidak bisa bangkit lagi, karena tidak ada kepercayaan dari perbankan untuk mereka bangkit," ujar dia.
Menurut Fawzar, industri yang paling rentan bangkrut adalah industri hilir dibandingkan dengan industri hulu baja. "Industri hulunya masih sedikit kuat ya."
Terkait dengan penggunaan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI), ia mengatakan jika ada industri baja yang menolak menggunakan standarisasi justru perlu dipertanyakan.
"Penggunaan standarisasi yang jelas untuk melindungi semua pihak, baik itu produsen maupun konsumen. Yang jelas kita tidak mau mengorbankan industri baja maupun konsumen baja itu sendiri," tegas dia.
Sementara itu, Sekjen Departemen Perindustrian, Agus Tjahjana mengatakan bahwa jika dihubungkan dengan "Free Trade Agreement" (FTA), maka penerapan SNI wajib untuk baja berfungsi untuk menangkal produk non-standar yang mungkin semakin membanjiri Indonesia.
"Bayangkan jika tarif bea masuk diterapkan nol persen dan produk tidak standar, konsumen jelas dirugikan, produsen dalam negeri pun dirugikan," ungkap Agus.
Karena itu, ia menambahkan bahwa situasinya akan semakin sulit jika ternyata industri baja di tanah air justru ikut-ikutan tidak menggunakan standar, karena pada dasarnya SNI akan menjadi penahan dari ruang gerak laju FTA terhadap baja.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009