Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pada Selasa di Jakarta menerima peserta program Semangat Bandung yang membahas kerangka Kerjasama Strategis Asia Afrika Baru (NAASP) dalam menjembatani hubungan antar masyarakat kedua benua.
Program tersebut diikuti delapan negara mencakup Fiji, Kiribati, Nauru, Niue, Palau, PNG (Papua New Guinea), Pulau Marshall, Samoa dan Tonga.
Tujuan program yang diselenggarakan sejak tanggal 29 November hingga 5 Desember 2009 di Jakarta, Bandung dan Denpasar itu untuk membangun solidaritas, politik dan kerjasama ekonomi dan hubungan sosial budaya guna mewujudkan kawasan Asia-Afrika yang damai, sejahtera dan maju.
Dalam kesempatan itu, Marty menjelaskan bahwa program ini juga untuk mewujudkan misi Departemen Luar negeri yang memiliki moto mejalin "seribu teman dan tanpa musuh".
Di sisi lain, Menlu juga menyatakan bahwa Indonesia akan membuka hubungan diplomatik dengan beberapa negara kawasan Afrika, seperti di Kiribati, Niue dan beberapa negara lainnya.
Ia mengatakan bahwa belum terjalinnya hubungan diplomatik dengan beberapa negara di kawasan Afrika selama ini, bukan disebabkan oleh masalah substansi, namun terbentur pada masalah teknis.
"Selama ini hubungan Indonesia dengan negara-negara tersebut sangat baik dalam setiap kegiatan-kegiatan PBB, bahkan saling mendukung, namun hubungan ini masih belum terjalin dengan resmi secara diplomatik," ujar Marty.
Menurut Menlu, kendala yang dihadapi dalam menerapkan hubungan ini adalah masih kurangnya infrastruktur jalur penerbangan yang dapat menghubungi Indonesia dengan negara-negara tersebut.
Selain itu, isu seperti perubahan iklim juga menjadi salah satu pembahasan diantara negara Asia-Afrika yang mengikuti program, karena menurut Marty Natalegawa, sejumlah negara di kawasan Afrika juga sudah terkena dampak kenaikan permukaan air laut.
"Sebagai negara kepulauan, dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut menjadi perhatian bersama dan memiliki kepedulian yang sama dalam mencegah perubahan iklim," ujar Marty.
Menurut Marty, kesempatan ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana memperkuat kerjasama melawan dampak perubahan iklim antara dua benua, Asia dan Afrika.
Sedangkan target penurunan emisi sebesar 26 persen yang dinyatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 Pitsburg, Amerika Serikat, September lalu, merupakan efek demonstratif yang diharapkan agar dapat mengajak negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama.
"Kita harus bekerjasama dalam menghadapi perubahan iklim ini, karena bumi yang kita tinggali ini hanya satu," tambahnya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009