Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menetapkan harga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) maksimal sebesar 9,7 sen dolar AS per kWh.
Dirjen Listrik dan Pengembangan Energi Departemen ESDM J Purwono di sela pertemuan dengan delegasi Belanda di Jakarta, Selasa, mengatakan, harga tersebut akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM yang akan keluar dalam waktu dekat.
"Kami berharap dengan adanya kepastian harga ini maka bisnis panas bumi yang memiliki potensi cukup besar, akan lebih berkembang lagi," ujarnya.
Sebelumnya, menurut dia, ketentuan harga panas bumi tersebut akan berupa peraturan pemerintah (PP). Namun, akhirnya pemerintah menyepakati berbentuk permen saja.
Ia mengatakan, harga maksimal 9,7 sen dolar AS per kWh merupakan usulan Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) yang berpengalaman di sektor energi terbarukan tersebut.
"Harga riilnya tergantung hasil lelang atau negosiasi antara produsen panas bumi dengan konsumen yakni PLN," ujarnya.
Bagi negara, lanjutnya, harga tersebut menguntungkan karena baru berlaku saat pembangkit listrik panas bumi beroperasi dalam 4-5 tahun mendatang.
Purwono juga menambahkan, harga patokan tersebut tidak berlaku pada pembangkit panas bumi yang sudah beroperasi. "Harga pembangkit panas bumi yang sudah beroperasi sesuai kontrak yang sudah ditandatangani," ujarnya.
Ketua Umum API Suryadharma mengatakan, harga tersebut sudah mempertimbangkan risiko investasi yang besar dalam pengeboran sumur panas bumi.
"Kebutuhan dana untuk menghasilkan satu MW dari panas bumi bisa lebih dari tiga juta dolar AS," katanya.
Selain itu, lanjutnya, harga listrik panas bumi juga menguntungkan karena relatif konstan dalam 30 tahun dan jauh lebih rendah dibandingkan harga BBM.
"Dengan demikian, harga tersebut bisa menghemat subsidi pemerintah kalau dibandingkan dengan memakai BBM," katanya.
Surya juga menambahkan, harga 9,7 sen per kWh cukup rendah dibandingkan Philipina yang mencapai 11 sen dolar per kWh, El Salvador 15 sen dolar AS per kWh, atau Jerman yang mencapai 30 sen dolar per kWh. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009