Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan para pelaku tindak pidana perdagangan orang mulai menyasar korban yang kebanyakan perempuan dan anak-anak melalui media sosial secara daring.
"Pertumbuhan arus informasi menggunakan media daring menjadi ancaman tersendiri, khususnya pada eksploitasi seksual dan perdagangan orang, baik pada perempuan, laki-laki, dan anak-anak," kata Pribudiarta dalam diskusi daring menyambut Peringatan Hari Dunia Antiperdagangan Orang yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPPPA: Sebagian besar korban perdagangan orang perempuan dan anak
Pribudiarta mengatakan berita pengungkapan pelacuran secara daring yang melibatkan perempuan, anak perempuan, laki-laki, dan anak laki-laki kerap menghiasi media. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia.
Sebuah studi yang diluncurkan sebuah lembaga antiprostitusi di Perancis menyebutkan pelacuran telah berpindah dari jalanan ke internet. Para mucikari merekrut perempuan muda melalui media sosial Snapchat dan Instagram sebelum memperjualkan mereka di apartemen-apartemen yang disewa melalui aplikasi daring.
"Indonesia pada 2016 juga digemparkan dengan pengungkapan prostitusi daring yang melibatkan hampir 100 anak laki-laki di wilayah Bogor, Jawa Barat melalui media sosial Facebook," tuturnya.
Baca juga: Menteri PPPA optimalkan gugus tugas cegah perdagangan manusia
Baca juga: KPAI mencatat tangani 27 kasus sepanjang tahun 2020
Menurut data Wearesocial Hootsuite, pada 2019 terdapat 150 juta pengguna internet aktif di Indonesia yang menggunakan media sosial dengan rata-rata usia 16 tahun hingga 64 tahun.
Itu artinya hampir setengah penduduk Indonesia adalah pengguna aktif media sosial dan internet.
"Media internet digandrungi bukan hanya sebagai media transfer pengetahuan yang cepat dan murah, melainkan juga menjadi media komunikasi yang cepat dan efektif," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020