Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mendesak pemerintah Federal Australia untuk menghentikan rencana eksplorasi minyak di perairan lepas pantai Australia, di Laut Timor.
Ketua YPTB, Ferdi Tanoni, kepada ANTARA di Kupang, Rabu, mengatakan, desakan itu disampaikan setelah pemerintah ferderal Australia baru-baru ini membuka proses konsultasi terkait dengan rilis lahan Eksplorasi Minyak Bumi 2020.
"Pada tanggal 29 Juni 2020 lalu kami dalam hal ini YPTB bersama pusat penelitian Jubillee Australia mengajukan keberatan kepada pemerintah Australia terkait dengan eksplorasi minyak Bumi besar-besaran di Laut Timor yang jaraknya berdekatan garis pantai Indonesia, khususnya, Pulau Rote dan pantai selatan Timor bagian barat," katanya.
Baca juga: Montara: Pencemaran Laut Timor mutlak tanggung jawab Australia
Pejuang masalah pencemaran Laut Timor itu membeberkan sejumlah alasan pemerintah federal Australia ingin melakukan eksplorasi minyak di kawasan itu.
"Mereka menyatakan bahwa eksplorasi yang dilakukan merupakan bagian penting dari strategi pemerintah Australia untuk mendorong eksplorasi minyak di perairan lepas pantai Australia itu sendiri," ujar dia..
Selain itu juga juga alasan lain adalah pemerintah federal Australia berupaya untuk menyeimbangkan pertimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam pengembangan sumber daya alam Australia.
Berikut ini adalah ringkasan wilayah rilis pemerintah Australia yang diusulkan untuk melakukan eksplorasi minyak lepas pantai di laut Timor yang disebut Ferdi dapat merugikan nelayan-nelayan di NTT.
Baca juga: YPTB sependapat dengan Profesor Forbes soal Laut Timor
Pertama adalah area pelepasan yang diusulkan untuk AC20-1, AC20-2, AC20-3, terletak sekitar 150 kilometer dari garis pantai Indonesia, khususnya, Pulau Rote dan pantai selatan Timor Barat. Area pelepasan yang diusulkan ini bahkan lebih dekat ke garis pantai Indonesia dari pada lokasi areal yang ada, dan lebih dekat ke garis pantai Indonesia daripada garis pantai Australia.
Kedua area pelepasan AC20-6 yang diusulkan adalah terdekat dengan Ashmore Reef, taman laut, dan area yang ditunjuk berdasarkan perjanjian bilateral dengan Indonesia mengenai nelayan tradisional Indonesia.
Ketiga area pelepasliaran yang diusulkan untuk AC20-1, AC20-2, AC20-3, dekat dengan daerah penangkapan ikan Indonesia yang terletak di perairan Indonesia, yang merupakan sumber mata pencaharian bagi ribuan nelayan dari Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Satu dekade kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor
"Sehubungan dengan hal itu maka bersama ini saya sampaikan alasan-alasan nya yang telah direkomendasikan bahwa setiap keputusan untuk melepaskan lokasi areal lebih lanjut yang membawa risiko kerusakan lintas batas yang signifikan bagi masyarakat pesisir Indonesia harus ditunda sampai dengan telah terjadi konsultasi yang tepat mengenai usulan pembukaan areal dengan Indonesia," tutur dia.
Selain itu juga pengaturan dan proses lintas batas yang tepat dan jelas telah dibuat dengan AMSA, DFAT dan lembaga Pemerintah Indonesia. Disamping itu juga kata dia pemerintah Australia harus berkomitmen untuk bekerja secara tepat dengan pemerintah Indonesia untuk secara tepat mendanai penyelidikan atas laporan kerusakan yang sedang berlangsung di Nusa Tenggara Timur sebagai akibat dari bencana minyak Montara.
Disamping itu di perairan Laut Timor seputar Gugusan Pulau Pasir merupakan wilayah yang tidak/belum memiliki hak milik oleh Australia berdasarkan Perjanjian Indonesia-Australia tahun 1997 tentang ZEE dan Batas-batas dasar Laut Tertentu,dimana perjanjian ini tidak pernah diratifikasi dan bahkan hingga saat ini.
Baca juga: Indonesia tidak boleh diam soal pencemaran Montara
"Oleh karena itu kami mendesak pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, untuk segera membatalkan Perjanjian Indonesia-Australia yang diteken Alexander Downer dan Ali Alatas pada 1997 dan merundingkan kembali Batas-bats dasar laut tertentu dan ZEE di sana," tegas dia.
Ia juga menyampaikan bahwa dua tahun yang lalu YPTB telah mengadakan pertemuan dengan pihak Kementerian Luar Negeri RI dan telah disepakati untuk diadakan perundingan kembali batas perairan Laut Timor itu.
"Janganlah Kementerian Luar Negeri Indonesia sengaja mendiamkan kasus ini dan membiarkan semuanya terlewatkan lagi. Kembali kami mendesak agar segera diadakan pertemuan pada minggu depan untuk membahas kasus ini." ujar dia.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020