"Pemerintah harus menangkap apa yang tersirat dari keputusan Mahkamah Agung, sehingga pelaksanaan UN ditangguhkan hingga sistem pendidikan diperbaiki," kata Ketua Komnas PA, Seto Mulyadi, kepada ANTARA News di sela pembukaan malam penganugerahan Festival Film Anak (FFA), di Medan, Senin.
Ia menjelaskan, pelaksanaan UN saat ini masih bersifat diskriminatif karena pemerintah belum menyediakan sarana pendidikan yang memadai secara merata bagi sekolah-sekolah di seluruh provinsi.
"Ujian Nasional harus dihentikan sampai pemerintah bisa memenuhi hak-hak anak terkait sarana pendidikan yang memadai," tegasnya.
Pemerhati masalah pendidikan anak yang akrab dipanggil Kak Seto itu mengemukakan, kewajiban pemerintah adalah membenahi sistem dan menyediakan sarana pendidikan yang memadai terkait tiga faktor yaitu guru, sarana dan proses.
Pola pendidikan nantinya diharapkan mampu membuat siswa merasa senang belajar, sehingga siswa dapat mengembangkan segala potensi dan kreativitasnya dengan baik.
Menurut dia, selama ini sistem pendidikan tidak mendukung anak untuk berkreasi dan menyampaikan gagasan-gagasan cemerlang mereka untuk pengembangan diri, sehingga partisipasi mereka dalam mengungkapkan pendapat sangat terbatas.
Wakil Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho pada kesempatan itu mengatakan, UN diharapkan tetap dapat dilaksanakan, hanya saja tidak lagi difungsikan sebagai syarat kelulusan siswa, melainkan ajang evaluasi standar kualitas pendidikan nasional.
"Pelaksanaan UN dapat dijadikan barometer kualitas pendidikan suatu provinsi sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah setempat untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerahnya," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Untuk efesiensi biaya, sebaiknya UN dilakukan oleh perguruan tinggi, hasilnya dapat digunakan sebagai dasar rekrut calon mahasiswa. Disamping itu pemerintah juga dapat memanfaatkan data prestasi siswa tersebut untuk melihat kualitas pendidikan suatu sekolah, kecamatan, kabupaten dan propinsi. dan pemetaan .