"Jangan sampai berdarah-darah," kata Syafi`i usai menerima kunjungan Tim Sembilan, inisitor hak angket kasus Bank Century di Kantor Maarif Institute, di Jakarta, Senin.
Karena itu, Syafi`i mengingatkan agar penggunaan hak angket benar-benar dikawal agar tidak kandas di tengah jalan. Jika sampai gagal, kepercayaan masyarakat terhadap parlemen dan pemerintah akan runtuh.
Demi menjaga kepercayaan publik, Syafi`i sepakat agar Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk kasus Bank Century tidak berasal dari Partai Demokrat, partai penyokong utama pemerintah, yang disebutnya "datang belakangan".
Sementara kepada anggota Tim Sembilan yang menemuinya, Syafi`i berpesan agar mereka menjaga kekompakan dan keseriusan dalam mengusut kasus yang diduga merugikan negara Rp6,7 teriliun tersebut. "Jangan sampai retak," katanya.
Sementara itu, Maruarar Sirait dari Tim Sembilan menyatakan, hingga saat ini sudah 357 anggota DPR yang menandatangani usul hak angket itu, di luar Fraksi Partai Demokrat.
Politisi PDIP itu juga menegaskan, penggunaan hak angket kasus Bank Century sama sekali tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan siapapun.
"Kami tidak ingin menjatuhkan siapapun. Pemilu sudah selesai," katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyesalkan kasus "pertemuan" dua kelompok massa yang mengusung isu berlawanan di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (29/11).
Kedua kelompok itu adalah Kelompok Koalisi Masyaralat Sipil Anti Korupsi (Kompak) dan kelompok yang mengaku sebagai Masyarakat Indonesia Timur yang menyatakan mendukung Polri dan Kapolri serta menolak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi itu diwarnai insiden caci-maki dan upaya pengusiran terhadap kelompok Kompak, yang salah satu tuntutannya adalah pengusutan secara tuntas kasus Bank Century oleh kelompok kedua, meski akhirnya polisi bertindak melakukan pencegahan agar tak terjadi bentrokan antara dua kelompok tersebut.
Menurut Hasyim, semestinya sejak dini kemungkinan terjadinya peristiwa itu sudah bisa diantisipasi oleh polisi dan dilakukan upaya pencegahan. "Aparat telah melakukan kesalahan berat yang dapat memicu konflik horizontal," katanya.
Dia mengatakan, aparat hendaknya belajar dari sejarah "Pam Swakarsa" di awal era reformasi yang justru kontraproduktif dan tidak bakal menang melawan gerakan idealis dalam membentuk opini masyarakat.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009