Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap makin banyak kaum perempuan yang menjabat menteri dalam kabinet pemerintahan mendatang.

Pada perayaan sepuluh tahun Komnas Perempuan di auditorium Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin, Presiden mengatakan rasio yang cukup untuk mewakili kaum perempuan dalam kabinet seharusnya adalah sepuluh menteri perempuan dari 34 menteri yang ada dalam kabinet.

Saat ini, baru ada lima perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, serta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Linda Gumelar.

"Dalam Kabinet Indonesia Bersatu saat ini ada lima perempuan, namun masih belum cukup rasionya, masih belum seimbang. Di masa depan harus ada sepuluh menteri barangkali, itu baru rasio yang makin membaik dari sekitar 34 menteri di kabinet," katanya.

Namun, menurut Presiden, lima perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Kedua setidaknya adalah awal yang baik untuk memberdayakan kaum perempuan Indonesia.

Kepala Negara juga memberikan apresiasi terhadap makin banyaknya jumlah perempuan dalam parlemen Indonesia, di kalangan diplomat, dan di dunia usaha.

Presiden mengatakan bahwa memajukan kaum perempuan Indonesia bukan hanya tugas pemerintah semata, tetapi juga membutuhkan peran masyarakat luas serta kaum perempuan itu sendiri.

Untuk memberdayakan peran perempuan, Kepala Negara mengatakan, perempuan harus dipandang sebagai modal sumber daya manusia yang harus diberi peluang yang sama serta kesempatan memilih yang setara.

"Hormati peran apa pun yang diinginkan perempuan," ujar Presiden.

Namun, Presiden mengingatkan, meski Indonesia sudah mengadopsi nilai-nilai universal tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak kaum perempuan, nilai-nilai tradisional perempuan tidak boleh dilupakan.

Kepala Negara berpesan agar nilai-nilai universal tersebut diselaraskan dengan nilai-nilai tradisional, adat, dan agama, sehingga tidak saling berbenturan.

"Tugas kita, mari bikin itu semua harmonis satu sama lain. Tidak harus ada konflik dan benturan antara keduanya. Saya meyakini ada pertemuan antara nilai-nilai universal dan lokal," demikian Presiden.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009