Samarinda, (ANTARA News) - Umat muslim diimbau agar berhati-hati menggunakan kuas karena banyak di antaranya menggunakan bahan bulu babi, kata Sekretaris Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Makanan (LP POM) MUI Kaltim, Gina Saptiani di Samarinda, Senin.

Saat ini banyak kuas terbuat dari bulu babi yang beredar di pasaran, padahal kuas itu kerap digunakan untuk mengoles bumbu dan margarin pada proses pembuatan roti, berbagai jenis kue, ikan dan lainnya, katanya.

Sejumlah industri rumah tangga di Kaltim juga menggunakan kuas yang terbuat dari bulu babi itu untuk mengoleskan berbagai bumbu atau bahan penyedap lain, baik pada roti, berbagai jenis kue hingga pada ikan bakar yang dijual lagi.

"Kami mengimbau umat muslim agar berhati-hati dalam menggunakan kuas yang berbahan bulu, karena konsumen kuas tidak tau pasti apakah itu dari bulu babi atau bulu binatang lain," katanya.

Karena itu, lanjutnya, sebaiknya konsumen menggunakan kuas yang berbahan nilon atau lainnya, sehingga tidak ragu dalam memakan makanan yang pada proses pembuatannya menggunakan kuas untuk mengoles bumbu atau bahan lain agar makanan itu menjadi lebih enak.

Ia juga menyarankan agar konsumen kembali ke masa lampau, yakni menggunakan bulu ayam yang dikemas sendiri dalam mengolesi margarin, bumbu atau bahan penyedap lain, karena barang ini sudah jelas asalnya sehingga konsumen kue juga bisa tenang dalam membeli tanpa diliputi pertanyaan apakah makanan itu halal atau tidak.

Dikatakannya, kue atau makanan lain yang jelas-jelas halal, namun pada saat proses pembuatannya tercampur dengan barang yang diharamkan dalam Islam, maka makanan itu bisa jadi haram.

Salah satu contoh, lanjutnya, penjual nasi di warung membakar ikan tongkol, bawal atau jenis ikan lainnya. Ikan itu jelas halal, namun saat mengolesi bumbu menggunakan kuas dari bulu babi yang tidak diketahui pemilik warung, maka ikan itu bisa jadi haram karena bisa saja ada DNA babi yang tercampur.

Memang, lanjutnya, kuas dari bulu babi produksi China yang banyak beredar di Kaltim, termasuk Samarinda yang pintu masuknya melalui perbatasan negara, yakni antara Kaltim di wilayah Utara yang masuknya dari Tawau- Malaysia Timur, harganya lebih murah dan lebih tahan lama.

Sementara kuas dari nilon lebih cepat rusak, namun demi kehalalan makanan, maka sejumlah warung yang pemiliknya muslim dan masayarakat Muslim di Kaltim tetap diimbau agar tidak membeli kuas dari bulu babi.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009