Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah pemerintah yang akan memberikan stimulus kepada industri pers dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa, mengatakan stimulus itu diantaranya menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran, penundaan atau penangguhan beban listrik, keringanan cicilan pajak korporasi menjadi 50 persen.
Kemudian, membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp200 juta per bulan, hingga mengalihkan anggaran belanja iklan layanan masyarakat kementerian dan lembaga negara kepada media lokal.
"Stimulus tersebut harus segera dieksekusi, sehingga industri pers tak mati lantaran pandemi COVID-19. Dukungan pemerintah terhadap pers menunjukkan keseriusan untuk memfasilitasi penyediaan informasi yang akurat kepada masyarakat," kata Bambang Soesatyo.
Menurut dia, pers lah yang menjadi garda terdepan dalam memerangi hoaks COVID-19, yang semakin hari semakin menyeramkan.
"Dari mulai stigma negatif terhadap tenaga medis hingga penolakan rapid dan swab test menjadi wajah muram betapa hoaks malah dipercaya masyarakat," kata dia.
Mantan Ketua DPR RI yang juga pernah menggeluti dunia jurnalistik ini menilai tantangan terbesar yang dihadapi media massa saat ini bukan lagi bersumber dari otoriter negara. Melainkan para buzzer di media sosial yang memproduksi hoaks dan hate speech sesuai pesanan.
Namun demikian kata Bamsoet, media tak boleh kalah, media harus tetap membuktikan diri sebagai rujukan utama masyarakat dalam mendapatkan informasi yang akurat.
"Posisi media massa khususnya media siber di Indonesia masih tetap eksis di tengah gempuran para buzzer. Riset lembaga Edelman Trust Barometer 2019 terhadap 26 negara memperlihatkan hanya 4 negara yang rakyatnya masih percaya terhadap media massa, yakni China (76 persen), Indonesia (70 persen), India (64 persen), dan Uni Emirat Arab (60 persen)," katanya.
Rakyat di negara-negara besar justru tak menaruh kepercayaan tinggi terhadap media massa. Misalnya Rusia dengan tingkat kepercayaan 26 persen, Turki 27 persen, Jepang 35 persen, Inggris 37 persen, maupun Amerika Serikat 48 persen.
Baca juga: Bamsoet dukung pemerintah beri insentif bagi industri pers
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyoroti masih rendahnya indeks kebebasan pers Indonesia. Sebagaimana dirilis organisasi internasional yang melakukan penelitian mengenai kebebasan pers dunia Reporters Without Borders.
Laporan 2019 World Press Freedom Index yang menempatkan Indonesia di posisi 124 dari 180 negara. Penilaian didasarkan pada beberapa kriteria, seperti independensi media dan keamanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Kondisi jurnalistik kita saat ini lanjut dia cenderung terus membaik. Pers bebas mengabarkan apapun tanpa takut menghadapi tekanan kekuasaan.
"Informasi apapun bisa didapat dengan mudah karena setiap orang bebas menyuarakan apapun, tentang apapun. Memang masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, yang menjadi tugas kita bersama," ujarnya.
Bamsoet pada Selasa 28 Juli 2020 menerima Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) 2020-2025, di Ruang Kerja Ketua MPR RI.
Sejumlah pengurus JMSI 2020-2025 hadir pada pertemuan tersebut, diantaranya Ketua Umum Teguh Santosa, Bendahara Dede Zaki Mubarok, Sekretaris Bidang Kerjasama Antar Lembaga Yayan Sopyani, Anggota Bidang Hukum dan Advokasi Ahmad Hardi Firman, dan Ketua JMSI DKI Jakarta Darmawan Sepriyossa.
Baca juga: KSP dan insan pers sikapi keberlangsungan industri media
Baca juga: 45 karyawan Femina jalani "rapid test" COVID-19 dari LKBN ANTARA
Baca juga: Pemerintah pastikan insentif bagi industri media atasi dampak COVID-19
Baca juga: Idealisme versus industri pers di era digital
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020