"Ziarah di Monumen Perjuangan TNI AU di Ngoto dilaksanakan untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan perintis TNI AU," kata dia, dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa.
Dengan demikian, kata dia, agar dapat dijadikan sebagai sebuah refleksi dan teladan akan semangat rela berkorban serta motivasi memberikan bakti terbaik dalam tugas di TNI AU dan bangsa Indonesia.
Ziarah yang berlangsung sederhana dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 itu dihadiri Kepala RS Pusat TNI AU Hardjolukito, Marsekal Pertama TNI dr Djunadi MS S.KP, dan seluruh unsur pimpinan satuan TNI AU di Yogyakarta dan sekitarnya.
Ziarah juga diikuti perwakilan anggota TNI AU baik dari Lanud Adisutjipto, Akademi Angkatan Udara, RSPAU Hardjolukito dan Denhanud 474 Paskhas serta PIA Ardhya Garini.
Ziarah diawali pembacaan narasi sejarah hari bakti, penghormatan kepada arwah para pahlawan, dilanjutkan penempatan karangan bunga oleh pimpinan ziarah.
Setelah upacara penghormatan kepada arwah pahlawan selesai, acara dilanjutkan dengan tabur bunga ke pusara Komodor Muda Udara A Adisutjpto dan Komodor Muda Udara Prof Dr Abdurrachman Saleh beserta istri.
Kedua pahlawan kemerdekaan Indonesia itu adalah perintis TNI AU yang gugur pada peristiwa ditembak jatuhnya pesawat C-47 Dakota nomor registrasi VT-CLA di Desa Ngoto, DIY, oleh pesawat P-40 Kitty Hawk Angkatan Udara Belanda pada 29 Juli 1947.
Pesawat trasport C-47 Dakota VT-CLA terbang dari Singapura menuju Pangkalan Udara Maguwo (kini Pangkalan Udara TNI AU Adisucipto) dengan membawa bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia. Bantuan bahan-bahan bantuan kemanusiaan yang diterbangkan pada 29 Juli 1947 itu sejumlah dua ton.
Turut dalam penerbangan bersejarah itu pilot berkebangsaan Australia mantan perwira Luftwaffe Jerman, Noel Constantine, dan istrinya, Beryl Constantine, serta seorang kopilot berkebangsaan Inggris mantan perwira Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF), Roy Hazelhurst, operator radio Adisumarmo Wiryokusumo, Zainal Arifin dan seorang teknisi berkebangsaan India, Bidha Ram.
Karena luka yang parah, Beryl meninggal dunia tak berapa lama setelah kecelakaan. Satu-satunya yang selamat adalah Abdul Gani Handonotjokro.
Pesawat transport C-47 Dakota VT-CLA tersedia untuk Republik Indonesia berkat jasa Biju Patnaik, seorang pengusaha dan pilot dari Orissa, India, yang merupakan teman dekat Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru.
Beberapa jam sebelum penembakan C-47 Dakota VT-CLA ini terjadi, embrio TNI AU (dahulu AURI) melaksanakan operasi ofensif pertama dalam sejarah TNI AU, yaitu pemboman dari udara memakai pesawat terbang tinggalan Angkatan Darat Jepang, Guntei serta dua Cureng. Kedua pesawat tempur ringan itu yang diterbangkan para kadet AURI di atas markas pasukan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa, Jawa Tengah, pada pukul 05.00 WIB 29 Juli 1947.
Para penerbang yang membom tangsi-tangsi tentara Belanda secara manual itu adalah kadet penerbang Mulyono, Sutardjo Sigit, dan Suharnoko Harbani. Operasi ofensif pertama AURI ini merupakan balasan atas serangan-serangan Belanda melalui NICA-nya dalam Agresi Militer Pertama terhadap Pangkalan Udara Maguwo, pada 21 Juli 1947.
Segera setelah pemboman dari udara oleh tiga pesawat tempur AURI pada dini hari itu, Belanda menggencarkan patroli udaranya sehingga penerbangan C-47 Dakota VT-CLA itu bisa mereka ketahui dan tembak jatuh. Menurut Dienst voor Legercontacten Indonesie dalam nationaalarchief.nl, identitas kedua pilot P-40 Kitty Hawk Angkatan Udara Kerajaan Belanda yang menembak jatuh C-17 Dakota nomor registrasi VT-CLA itu adalah BJ Ruesink dan WE Erkelens.
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020