Jember (ANTARA News) - Dengan nada suara yang gemulai, seorang waria yang bernama Peggy Carlo (30) asal Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, memulai bercerita tentang kegiatannya sebagai aktivis yang peduli terhadap HIV/AIDS di kabupaten penghasil tembakau tersebut.

Awalnya, ia hanya ingin mengetahui tentang HIV/AIDS untuk kepentingan dirinya sendiri, karena waria adalah salah satu kalangan yang memiliki risiko tinggi tertular penyakit yang mematikan tersebut.

Namun, melihat ketidakpedulian dari kaum waria dan gay terhadap persoalan HIV/AIDS, hatinya tergerak untuk mensosialisasikan pencegahan penularan HIV/AIDS di kalangan waria.

"Memang banyak yang tidak peduli dan acuh tak acuh terhadap persoalan HIV/AIDS, padahal virus yang belum ada obatnya itu bisa menyerang dan membunuh kami sebagai kaum waria dan gay," kata Peggy yang memiliki nama asli Bagus Wahyudi.

Masyarakat masih memandang rendah terhadap waria dan gay yang berada di Indonesia, khususnya di Kabupaten Jember yang dikenal sebagai kota santri dan religius.

"Anggapan banyak orang, kami adalah sampah masyarakat dan merupakan salah satu penyebar virus HIV/AIDS yang membawa ancaman kematian bagi setiap orang," ucapnya lirih.

Aktivitasnya sehari-hari sebagai penyiar radio Prosalina FM di Kabupaten Jember, membuat Peggy harus memiliki wawasan yang cukup luas tentang berbagai persoalan yang terjadi.

Bahkan, tidak jarang ia harus mencari informasi tambahan melalui internet dan membaca buku.

"Saya tidak ingin ketinggalan informasi karena seseorang yang ingin maju harus mengetahui informasi lebih dulu dan banyak membaca, termasuk informasi tentang HIV/AIDS," tuturnya dengan nada yang "gemulai".

Ia menuturkan, jumlah waria dan gay di Kabupaten Jember sebanyak 150 orang yang tersebar di 31 kecamatan di kabupaten penghasil tembakau itu, namun sebagian besar tinggal di kawasan kota.

"Sejak dua tahun terakhir ini, sudah enam waria yang meninggal dunia akibat HIV/AIDS di Jember," paparnya.

Melihat banyaknya waria yang meninggal sia-sia karena virus yang mematikan tersebut, Peggy melalui komunitasnya "Waria dan Gay Organization" (Wagayo) berusaha mensosialisasikan kepada kalangan waria dan gay supaya tidak tertular HIV/AIDS.

"Sebagian waria memang hidup di jalanan dan menjadi pekerja seks komersial (PSK), sehingga mereka memiliki risiko tinggi terjangkit HIV/AIDS karena perilaku yang menyimpang dan sering berganti pasangan," Peggy mengungkapkan.

Hampir seluruh waria yang terjangkit HIV/AIDS di Jember, tertular karena hubungan seksual yang sering berganti pasangan, tidak ada yang tertular karena jarum suntik dalam mengonsumsi narkoba.

"Sebagian besar waria di Jember tertular HIV/AIDS saat mereka bekerja ke luar kota, seperti Pulau Bali dan Surabaya," paparnya.

Menyampaikan informasi kepada kaum waria dan gay, kata dia, tidak semudah menyampaikan kepada masyarakat biasa karena rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh mereka dan ketidakpedulian terhadap kasus HIV/AIDS di Jember yang semakin meningkat.

"Saya harus menggunakan cara khusus untuk menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS kepada mereka dan tidak menyinggung secara vulgar hubungan seks bebas yang biasa mereka lakukan di jalanan," tuturnya.

Terkadang sosialisasi tentang penularan HIV/AIDS yang disampaikannya kepada waria diselipkan pada obrolan yang santai, sehingga mereka mudah untuk menerima informasi tersebut.

Tidak jarang, Peggy harus sabar untuk menjelaskan secara perlahan-lahan kepada kaum waria dan gay tentang risiko tinggi penularan HIV/AIDS yang dilakukan sebagian besar oleh mereka, terkadang PSK waria tidak sadar perilakunya itu menyebabkan tertularnya virus yang menggerogoti daya tahan tubuh manusia.


ATM kondom

"Saya mengkampanyekan penggunaan kondom kepada waria dan gay, apabila mereka melakukan hubungan seksual. Awalnya banyak yang tidak mau menggunakan kondom, namun setelah saya jelaskan dengan jelas maka sebagian besar mereka mau menggunakan kondom," ujarnya sambil tersenyum.

Terkait dengan hal itu, ia berharap, ada mesin anjungan tunai mandiri (ATM) kondom yang disediakan oleh pemerintah bagi mereka yang memiliki potensi tinggi tertular HIV/AIDS, seperti kalangan waria dan pekerja seks komersial (PSK).

"Dulu, pernah ada pembagian kondom secara gratis kepada waria dan gay di Jember, namun sekarang sudah tidak ada lagi. Kondom sangat penting untuk mencegah penularan HIV/AIDS," katanya.

Tidak hanya waria yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, namun masyarakat umum juga mudah tertular apabila melakukan hubungan seksual bebas dengan sering berganti pasangan, menggunakan jarum suntik untuk mengonsumsi narkoba secara bergantian dan perilaku seksual yang menyimpang.

"Ada penderita HIV/AIDS di Jember yang tertular dari tranfusi darah, ini sungguh memprihatinkan," ucapnya sambil mengelus dada.

Sejauh ini, lanjut dia, upaya yang dilakukannya sebagai aktivis peduli HIV/AIDS tidak hanya melakukan sosialisasi, namun mengajak waria dan gay memeriksakan diri ke klinik "Voluntary Concelling and Test" (VCT) yang ada di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi Jember.

"Saya mengajak beberapa waria yang berprofesi sebagai PSK untuk memeriksakan diri ke klinik VCT, supaya diketahui sejak dini, apakah mereka sudah positif tertular HIV/AIDS atau belum," katanya.

Sedikitnya 20 waria dan gay yang sudah diajak Peggy mengunjungi klinik VCT untuk mendeteksi penularan HIV/AIDS yang diderita oleh mereka, beberapa waria yang diperiksa ternyata positif tertular HIV/AIDS melalui perilaku seksual bebas yang menyimpang.


Rahasia

"Saya tetap merahasiakan siapa-siapa saja waria yang tertular HIV/AIDS supaya mereka tidak dikucilkan oleh masyarakat dan komunitas waria sendiri, namun penderita HIV/AIDS diminta tidak melakukan hubungan seksual yang bisa menularkan virus mematikan itu kepada waria lainnya," tuturnya.

Ia mengatakan, sebelum mengajak para waria untuk memeriksakan diri ke klinik VCT RSD dr Soebandi, dirinya memberikan contoh kepada kaum waria dan gay lainnya dengan melakukan tes HIV/AIDS lebih dulu.

"Jantung saya berdebar kencang saat membuka hasil tes HIV/AIDS dan alhamdulillah hasilnya negatif. Saya tidak tertular virus yang menyerang daya tahan tubuh dan menyebabkan kematian itu," katanya dengan senang dan bangga.

Beberapa waria yang tertular HIV/AIDS, selalu didampinginya dan diberikan motivasi supaya menjalani kehidupan dengan baik, tanpa harus sedih dan berduka sepanjang sisa hidupnya.

"Memang penderita AIDS yang stadium tiga tidak akan bertahan lama hidupnya, namun yang mengatur hidup manusia adalah Tuhan. Saya selalu memberikan semangat untuk bertahan hidup kepada waria yang sudah positif AIDS," kenangnya sambil menghela napas panjang karena teringat temannya Lola (bukan nama sebenarnya), yang meninggal dunia satu tahun lalu akibat AIDS.

Beberapa kali, lanjut dia, waria penderita AIDS mengeluh untuk mengonsumsi "Anti-Retrovial" (ARV) sepanjang hidupnya, namun dengan berbagai cara, ia membujuk yang bersangkutan untuk tetap mengonsumsi ARV secara teratur dan tepat waktu.

"Memang berat bagi penderita AIDS stadium lanjut yang harus mengonsumsi ARV seumur hidup, namun obat itu untuk menjaga daya tahan kekebalan tubuhnya supaya kesehatannya tetap stabil," ujarnya.

Saat mendengar kabar meninggalnya Lola, kata Peggy, beberapa teman waria sangat kehilangan dan berduka cita, namun sebagian besar waria tersebut tidak tahu kalau penyebab meninggalnya Lola karena AIDS yang dideritanya.

"Saya sangat `terpukul` mendengar kabar meninggalnya Lola karena tidak menduga akan secepat ini. Lola masih berusia 23 tahun, seharusnya hidupnya masih panjang," tuturnya sambil menerawang jauh.

Kasus kematian yang menimpa Lola membuat semangat Peggy semakin kuat untuk mensosialisasikan HIV/AIDS kepada seluruh waria di Jember, supaya tidak ada lagi komunitas waria dan gay yang meninggal karena AIDS.

"Motivasi saya semakin kuat untuk memberikan informasi kepada waria dan gay supaya mereka tidak tertular HIV/AIDS yang menyebabkan kematian," katanya.

Kendati tidak mendapatkan honor untuk menjadi aktivis peduli HIV/AIDS, Peggy tidak kenal lelah mensosialisasikan tentang pentingnya mencegah penularan HIV/AIDS untuk kalangan waria dan gay di Jember.

Bahkan sejumlah kegiatan tentang kepedulian HIV/AIDS juga pernah dilakukan waria asal kota tembakau ini antara lain menjadi aktivis LSM Global Fund yang menangani kasus HIV/AIDS dan narkoba, menjadi narasumber sejumlah seminar tentang AIDS dan ia pernah menyabet juara Harapan I sebagai Duta AIDS di wilayah Besuki yang meliputi empat kabupaten (Jember, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi).

"Saya ingin membuktikan kepada semua orang bahwa waria bukanlah sampah masyarakat, kami punya hati nurani dan sama seperti orang normal pada umumnya. Kami juga punya kepedulian terhadap kasus HIV/AIDS di Jember dan sekitarnya," katanya menegaskan.

Waria yang aktif mengikuti sejumlah kegiatan di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur ini pernah mencoba ikut ajang Indonesian Idol dan program "Be A Man" di salah satu televisi, namun gagal lolos seleksi ke tahap selanjutnya.

"Saya mengikuti sejumlah kegiatan yang postif, supaya waria tidak dianggap `sebelah mata` oleh masyarakat," katanya.

Sementara Ketua Paguyuban Duta HIV/AIDS di Jember, Heny Sukartiningsih, mengemukakan, pihaknya selalu mengajak semua kalangan untuk peduli terhadap kasus HIV/AIDS di Jember, karena jumlah penderita HIV/AIDS di kabupaten setempat cukup tinggi.

"Kami berusaha mengajak generasi muda dan sejumlah pihak yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS termasuk kaum waria dan gay untuk peduli terhadap bahaya AIDS. Paling tidak, mereka mencegah tertular dan menularkan HIV/AIDS," kata Heny.

Data yang dimilikinya menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS di Jember sejak akhir tahun 2006 hingga akhir Maret 2009, mencapai 214 penderita, 33 di antaranya meninggal dunia.

Sebanyak 214 kasus penderita HIV/AIDS, dengan rincian 82 orang PSK, pelanggan PSK 45 orang, pengguna jarum suntik narkoba (IDU) 30 orang, ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya yang mengidap HIV/AIDS sebanyak 40 orang dan lain-lain sebanyak 17 orang.

"Paguyuban duta HIV/AIDS berupaya untuk menekan tingginya penularan HIV/AIDS dari PSK di Jember," katanya menerangkan.

Penularan HIV/AIDS di Jember semakin meluas, dua tahun terakhir peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS sangat tinggi.

Heny menjelaskan, jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan tahun 2004 sebanyak tiga kasus, tahun 2005 sebanyak enam kasus baru, tahun 2006 sebanyak dua kasus baru, tahun 2007 sebanyak 74 kasus dan tahun 2008 menjadi sebanyak 102 kasus.

"Sebagian besar penderita HIV/AIDS di Jember didominasi oleh PSK yang terkadang beberapa tahun bekerja ke luar kota, saat pulang ke Jember, ia sudah positif tertular HIV/AIDS," ujarnya mengungkapkan.

Menurut dia, generasi muda harus terlibat aktif untuk mengurangi penularan HIV/AIDS melalui pendampingan terhadap penderita HIV/AIDS dan memberikan penyuluhan kepada warga yang beresiko tertular HIV/AIDS.(*)

Oleh Oleh Zumrotum Solicha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009