Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menjelaskan bahwa menjaga ketat area keluar dan masuk sebuah wilayah perbatasan menjadi kunci utama untuk mengendalikan kasus di sebuah zona, baik yang sebelumnya pernah terindikasi terpapar COVID-19 maupun zona yang sejak awal belum terpapar wabah tersebut.
"Mereka dengan ketat menjaga perbatasan wilayah keluar masuk," kata Anggota Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Senin.
Baca juga: Kasus corona global melebihi angka 12 juta
Ia mengatakan bahwa penjagaan secara ketat wilayah perbatasan tersebut adalah untuk menghindari kemungkinan masuknya "imported cases" atau kasus dari luar ke dalam.
"Jadi, kalau kita lihat kabupaten/kota di Indonesia ada yang memang secara geografis juga agak jauh dengan lainnya," kata Dewi.
Sehingga, katanya, ketika perbatasannya dijaga dengan baik, pemerintah setempat berharap kasus penularan dari luar ke dalam tersebut bisa ditahan.
Sementara ketika di dalam wilayah sudah terdapat kasus positif, pasien bersangkutan dapat langsung dikarantina dan ketika dia menunjukkan gejala berat, dia dapat dirawat sehingga bisa sembuh dalam waktu sekitar dua pekan ke depan.
Dewi mengatakan penentuan zonasi COVID-19 penting dilakukan untuk mempermudah pemetaan daerah-daerah mana saja yang berisiko tinggi, sedang atau rendah kasus COVID-19, sehingga pemerintah daerah setempat bisa mengambil langkah-langkah penanganan secara tepat.
Baca juga: BNPB: Tim Pemulihan Ekonomi-Penanganan Covid optimalkan penanganan
Baca juga: Sekarang warga Eban bisa nikmati jembatan gantung di perbatasan negara
"Jadi, kurang lebih adalah untuk memetakan daerah-daerah di Indonesia yang mana saja dengan kategorisasi risiko yang berbeda. Karena kalau kita samakan semua enggak bisa diajak sama. Bahkan, satu provinsi itu punya banyak kabupaten/kota. Enggak bisa kita lihat semua sama," katanya.
Ia mencontohkan Provinsi Jawa Timur yang jika dilihat berdasarkan jumlah kasus, ternyata 60 persen jumlah kasus di Jawa Timur hanya berasal dari satu kota, dari total 38 kabupaten yang ada di provinsi tersebut.
"Jadi kalau misalnya kita melihat semua enggak bisa kita samakan. Apakah semuanya berarti merah di Jawa Timur? Oh, ternyata belum tentu. Ketika kita melihat analisis lebih dalam ke area yang lebih kecil di kabupaten/kota, kita dapat melihat dengan lebih jelas di sana bagaimana kondisi penanganannya," kata Dewi Nur Aisyah.
Baca juga: Prajurit TNI keliling kampung layani pengobatan di perbatasan RI-PNG
Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020