Pekanbaru (ANTARA News) - Setelah bertahan sekitar 27 jam, empat aktivis Greenpeace, Kamis, akhirnya memutuskan untuk menghentikan aksi mengikat diri di alat derek peti kemas (crane) di pelabuhan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), Kabupaten Siak, Riau.
Para aktivis tersebut terdiri atas dua pria warga negara asing, Frank Simon (Jerman) dan Joel Catapong (Filipina); seorang aktivis perempuan dari Belanda, Henriette, dan seorang aktivis perempuan asal Indonesia, Norika Maureen.
Empat aktivis itu adalah bagian dari 12 pegiat lingkungan Greenpeace yang naik ke empat "crane" milik PT IKPP pada Rabu (25/11), sekitar pukul 07.00 WIB, hingga mengakibatkan kegiatan pelabuhan ekspor itu lumpuh.
"Mereka memutuskan turun setelah beberapa teman sesama aktivis Greenpeace menemui mereka," kata juru kampanye media Greenpeace Asia Tenggara Hikmat Soeryatanuwijaya kepada ANTARA News.
Ia menjelaskan, dua aktivis Greenpeace membujuk mereka bersama seorang pegawai perusahaan dengan menggunakan tangga mobil pemadam kebakaran.
"Mereka sebenarnya masih terus bertahan, tapi kami juga mempertimbangkan keselamatan mereka karena persediaan makanan dan minuman sudah habis," katanya.
Ia mengatakan, para aktivis sebenarnya masih memiliki semangat untuk terus bertahan di "crane" setinggi 40 meter itu. Hal tersebut terlihat saat para aktivis turun, mereka sempat berteriak-teriak di antara kerumunan orang yang menyaksikan aksi nekat itu.
Menurut dia, tiga orang warga negara asing langsung dibawa polisi ke Polda Riau di Pekanbaru. Sedangkan, satu orang aktivis asal Indonesia diamankan ke Polsek Perawang, Siak.
Para aktivis Greenpeace menyerukan protes dengan menyegel alat derek IKPP dan membentangkan spanduk bertuliskan Climate Crime dan You Can Stop This. Aksi tersebut bertujuan untuk mendorong komitmen pemerintah Indonesia dan pemimpin dunia untuk berupaya dengan sungguh-sungguh melindungi hutan yang tersisa dari ekspansi perusahaan.
Mereka melakukanaksi itu menjelang Konfrensi PBB untuk Perlindungan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, Desember. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009