Jakarta (ANTARA News) - Direktur Program Lembaga Strategic Indonesia Audy Wuisang, Kamis, mengatakan Program 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terancam tidak terlaksana baik akibat krisis hukum.
Hal itu terjadi karena para birokrat dan politisi sibuk dengan konflik antarlembaga penegak hukum yang tampaknya akan terus berkepanjangan, kata Audy.
Padahal krisis hukum berdampak kepada pemodal yang cenderung menunda keputusan untuk berinvestasi di Indonesia.
Audy berpendapat, lemahnya penegakan hukum yang dikombinasikan dengan ketidaktegasan serta lambannya penanganan berbagai kasus akan menghasilkan ketidakpastian hukum dan bahkan politik.
Hal itu semua membuat iklim investasi tidak terjaga dan dinamika perekonomian nasional tidak terfokus pada pencapaian yang maksimal.
Untuk itu, Audy meminta Presiden Yudhoyono dan kabinetya agar kembali fokus pada Program 100 hari serta melakukan upaya kongkret agar iklim investasi yang telah terbina baik tidak kehilangan momentumnya.
Menurut Strategic Indonesia, iklim investasi Indonesia telah terbina dengan baik antara lain dari prediksi sejumlah pakar bahwa kekayaan alam dan sumber daya manusia diperkirakan akan membawa Indonesia setara dengan negara-negara BRIC (Brazil, Rusia, India, dan China).
Survei Bank Dunia yang bertajuk "Doing Business 2010" menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang melakukan reformasi paling progresif.
Sedangkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia naik dari 2,6 pada tahun 2008 menjadi 2,8 pada 2009. Skala IPK berkisar antara 0 (paling korup) hingga 10 (paling bersih).
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Ambon, Rabu (25/11), mengingatkan semua pihak bahwa apabila situasi Indonesia gaduh dan panas, maka investor tidak akan datang dan ekonomi tidak akan berkembang.
"Jangan harapkan kesejahteraan bisa meningkat kalau ekonomi tidak tumbuh, jangan harapkan ekonomi tumbuh kalau tidak ada investasi, jangan harapkan investasi terjadi manakala keadaan tidak kondusif. Semua bertanggungjawab agar kondisinya baik," kata Presiden. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009