Banjarmasin (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta PT. Adaro Indonesia mengganti kerugian masyarakat yang terkena pencamaran karena kelalaian perusahaan besar pertambangan batu bara yang beroperasi di Kalimantan Selatan (Kalsel), beberapa waktu lalu.

"Ganti rugi sebagai sanksi atas kelalaian dalam pengelolaan lingkungan perusahaan tersebut," ujar Deputi KLH Bidang Penaatan Lingkungan Hidup, Ilyas Asaad saat menyertai kunjungan kerja menterinya ke Banjarmasin, demikian dilaporkan, Kamis.

Sanksi lain, perusahaan patungan Indonesia - Australia atau yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing (PMA) itu, harus memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan agar tidak terjadi lagi pencemaran, tandasnya.

Perusahaan besar pertambangan batu bara generasi pertama di Kalsel itu juga mendapat sanksi administrasi. Namun Deputi Bidang Penaatan Lingkungan Hidup itu tak menjelaskan masksud sanksi administrasi tersebut.

Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), H. Gusti Muhammad Hatta dalam kunjungan kerjanya ke Kalsel, 25 - 26 November 2009, melakukan serangkaian kegiatan, antara lain menghadiri uji emisi di "kota seribu sungai" Banjarmasin.

Sementara Aspihani, anggota Komisi VII DPR-RI membidangi pertambangan atau energi dan sumberdaya mineral (ESDM),yang juga menyertai kunjungan Meneg LH itu, meminta, pencemaran lingkungan harus menjadi perhatian penting pemerintah.

"Jika pencemaran tersebut dilakukan dengan sengaja maka harus mendapatkan sanksi berat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang LH yang juga mengatur tentang ketentuan pidana," ujar anggota DPR-RI asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel dari Partai Demokrat itu.

Oleh sebab itu, kasus dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di Kalsel harus diteliti. Apakah hal itu ada unsur kesengajaan atau hanya berupa kelalaian akibat kondisi alam yang tidak bersahabat, demikian Aspihani.

Sebelumnya dari pengakuan manajemen Adaro kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel, tercemarnya Sungai Belerang dan Balangan yang mengalir ke daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) itu, karena kelalaian, yang disebabkan faktor alam, berupa hujan lebat.

"Karena hujan lebat terjadi rembesan atau air pada penampungan air limbah kegiatan penambangan batu bara meluber ke Sungai Belerang dan terus mengalir ke Sungai Balangan," ungkap Kepala BLHD Kalsel, Ir. Rachmadi Kurdi mengutip keterangan pihak manajemen perusahaan pertambangan tersebut.

"Untuk itu, perusahaan pertambangan tersebut mendapat peringatan keras dan bila terulang kasus pencemaran, maka akan berhadapan dengan hukum," tandasnya.

Akibat tercemarnya Sungai Balangan, ikan-ikan budidaya oleh masyarakat Kabupaten Balangan dan HSU itu, mati dan menimbulkan kerugian materian mencapai miliaran rupiah.

Sebagai contoh dari pendataan, kerugian yang diderita masyarakat HSU tercatat Rp2,7 miliar dan warga Balangan sendiri Rp2,6 miliar.

Kasus tercemarnya Sungai Balangan itu terjadi sekitar akhir Oktober lalu, seiring dengan tibanya musim penghujan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009