"Seringkali pemerintah pusat tidak tahu apa yang dibutuhkan petani, sehingga bantuan tidak cocok dengan apa yang diperlukan," kata Pastika saat penyerapan aspirasi bertajuk "Ketahanan Pangan" secara virtual dengan sejumlah narasumber dari Agro Learning Center di Denpasar, Minggu.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu mencontohkan di saat petani sangat membutuhkan traktor kecil, tetapi bantuan yang turun malah traktor berukuran besar, sehingga bantuan yang diterima petani menjadi tidak berguna.
"Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, saya menghimpun mulai dari hal-hal kecil yang memang dibutuhkan para petani kita. Nantinya masukan ini akan saya pilah mana yang menjadi kewenangan pemerintah daerah maupun pusat, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan instansi terkait," ujarnya.
Pastika menambahkan kondisi pandemi COVID-19 saat ini juga telah membangkitkan sektor pertanian dalam arti luas. Masyarakat mulai kembali menengok pertanian karena menyadari arti penting urusan pangan.
"Kita ini punya ahli pertanian banyak. Fakultas pertanian kita punya profesor banyak, doktor banyak, dan mahasiswa banyak. Sekarang saatnya kita membuktikan bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang dimiliki. Kalau selama ini mungkin di atas kertas, mari dipraktikkan," ucapnya pada acara yang dipandu oleh Nyoman Baskara itu.
Pastika mengingatkan agar urusan pertanian tidak berhenti hanya di sektor hulu atau produksi, tetapi harus disiapkan dengan baik dari sisi pascapanen dan pemasaran, menjaga agar produk pertanian tahan lama, termasuk mengolahnya menjadi sajian yang enak dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Sementara itu, I Gusti Putu Nuriartha, Wakil Ketua HKTI Provinsi Bali menyoroti ketahanan pangan yang sangat berdampak terhadap instabilitas politik dan pemerintahan.
"Kondisi saat ini, secara umum ketahanan pangan kita memang tidak terlalu banyak masalah atau stabil, tetapi harus diingat stabilnya itu bersifat semu karena ditopang oleh impor," katanya.
Impor memang tidak sepenuhnya salah, namun tidak memberikan ruang pada petani untuk mengembangkan potensi dari sisi pendapatan maupun lapangan pekerjaan.
Menurut Nuriartha, setidaknya ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan pemerintah terkait ketahanan pangan. Pertama, dari sisi jumlah penduduk karena semakin tinggi jumlah penduduk, kebutuhan pangan juga tinggi.
Kedua, selama ini program peningkatan pangan belum dilakukan secara intensif, contohnya balai benih sudah banyak tidak berfungsi dan peran penyuluh pertanian semakin minim. Ketiga, pentingnya diversifikasi pangan dan jangan ketahanan pangan hanya diartikan dari sisi kecukupan beras saja.
Rektor Universitas Dwijendra Dr I Gede Sedana MSc, MMA, mengatakan untuk mengembangkan sektor pertanian harusnya menggunakan pendekatan sistem dari hulu ke hilir, dan tidak boleh parsial.
"Jangan sampai meminta petani mengembangkan strawberry, tetapi bibitnya didatangkan dari Amerika, sebisa mungkin harus dari lokal," katanya pada acara yang juga menghadirkan narasumber dari sejumlah komunitas petani seperti Lungatad Berseri, Pondok Tani, Smansa 85 dan Kelompok Pangan Raya itu.
Selain itu, pertanian mau tidak mau harus mengadopsi teknologi untuk mengatasi sifat hasil produksi pertanian yang cepat rusak.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020